TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) menilai ada yang aneh dengan opsi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam pengelolaan air di Jakarta.
Baca: Penyebab Anies Stop Swastanisasi dalam Pengelolaan Air di Jakarta
Opsi yang dimaksud adalah mengambil alih sebagian Water Treatment Plan (WTP) atau Instalasi Pengelolaan Air (IPA) oleh PD PAM Jaya.
"Itu paling tidak jelas," kata pengacara Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta sekaligus anggota koalisi, Nelson Nikodemus Simamora di kantornya, Jakarta Pusat, Senin, 11 Februari 2019.
Nelson memaparkan, IPA berfungsi untuk mengelola air. Sementara distribusi air bersih ke warga di Ibu Kota menggunakan pipa. Karena itulah dengan mengambil sebagian IPA milik dua perusahaan swasta pengelola air, menurut Nelson, tak akan menghentikan swastanisasi air.
Dua perusahaan itu adalah PT Aetra Air Jakarta dan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja). Swastanisasi air sudah berlangsung puluhan tahun. Warga memperoleh air keruh dan berbau sejak air Jakarta dikelola swasta.
Sebanyak 14 warga Ibu Kota mengajukan gugatan warga negara alias citizen law suit atas swastanisasi air pada 21 November 2012. Gugatan diajukan kepada beberapa pihak, di antaranya Presiden RI, Kementerian Keuangan, Gubernur DKI, DPRD DKI, dan PAM Jaya.
Baca: Stop Swastanisasi Air, Anies Beberkan Tiga Opsi Pengambilalihan
Hakim Mahkamah Agung mengabulkan gugatan warga yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Menolak Swastanisasi Air Jakarta (KMMSAJ) dan meminta pengelolaan air di Jakarta yang selama ini ditangani Aetra dan Palyja dikembalikan ke negara. Tak terima putusan itu, Kementerian Keuangan mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan MA Nomor 31 K/Pdt/2017. MA mengabulkan PK tersebut.