TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama PAM Jaya Bambang Hernowo mengatakan head of agreement atau induk perjanjian proses pengambilalihan tata kelola air minum dengan dua perusahaan swasta, PT Aetra Air Jakarta (Aetra) dan PT PAM Lyonnaise Jaya (Palyja) berpijak pada jaminan pelayanan kepada masyarakat.
Tanpa mendetilkannnya, Bambang menyebut HoA itu akan memulai tahapan lanjutan agar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tetap mampu memenuhi target cakupan pelayanan air bersih di Ibu Kota mencapai 82 persen pada 2023. “Semua tetap terjaga. Apa pun yang sudah terjaga saat ini. Soal konten (detil) akan segera saya sampaikan kemudian," kata dia di kantor PAM Jaya pada Rabu, 10 April 2019.
Baca: Palyja -Aetra Diminta Jangan Cawe-cawe Swastanisasi Air Jakarta
Hingga saat ini, PAM Jaya masih melakukan negosiasi dengan Aetra dan Palyja tentang konten HoA. Usai tahapan ini, pemerintah DKI dan PAM Jaya akan melakukan uji tuntas atau due diligence untuk menghitung nilai pengambilalihan aset berdasarkan kondisi terkini hingga proyeksi akhir kontrak Perjanjian Kerja Sama (PKS) di tahun 2023.
DKI juga harus menyiapkan dana dan strategi untuk mengejar target perluasan cakupan layanan hingga 82 persen. Anggaran untuk jaringan perpipaan akan dikaji dengan pilihan menggunakan anggaran pendapatan belanja daerah atau investasi swasta lewat skema kerja sama pemerintah badan usaha (KPBU).
Salah satu langkah untuk mencapai target cakupan air, menurut Bambang, PAM Jaya memastikan seluruh aset dan karyawan Aetra dan Palyja akan tetap bertugas meski terjadi pengambilalihan. “Ini perlu kerja cepat untuk mencapai target. Jadi yang sudah berjalan akan tetap,” kata dia.
Koalisi Masyarakat Menolak Swastaniasi Air mendesak Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan agar segera menjalankan putusan Mahkamah Agung (MA) soal penghentian swastanisasi air di depan Balai Kota Jakarta, Kamis, 22 Maret 2018. Tempo/ Maria Fransisca Lahur.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memulai proses pengambilalihan tata kelola air usai memerintahkan Tim Evaluasi Tata Kelola Air dan PAM Jaya untuk menyusun HoA, pertengahan Februari 2019. HoA ini akan menjadi pintu terhadap pilihan langkah pemerintah DKI terhadap sejumlah skema untuk mengambil alih pekerjaan yang sudah dipegang dua perusahaan swasta tersebut sejak Februari 1998.
Beberapa skema yang sempat dilontarkan adalah penyelesaian kontrak hingga 2023 dengan konsekuensi membayar jaminan keuntungan hingga Rp 8,5 triliun kepada Aetra dan Palyja atau menghentikan kontrak secara sepihak dengan membayar kompensasi kepada dua perusahaan sekitar Rp 2 miliar. Akan tetapi, opsi ini akan memunculkan iklim keraguan dan ketakutan pada swasta untuk investasi dan bisnis di Ibu Kota.
Baca: Batal Umumkan Pengambilalihan Swastanisasi Air, Ini Alasan Anies
Skema lain adalah pengambilalihan secara perdata dengan membeli saham dua perusahaan tersebut dengan total sekitar Rp 1,95 triliun. Ditambah pembayaran hutang perusahaan sebesar Rp 2,1 triliun.
Selama ini, swasta memang memegang kendali penuh atas pengelolaan air bersih di Jakarta: mulai dari air baku, distribusi, hingga jaringan perpipaan.
Anies mengatakan selama ini PAM Jaya hanya bertugas sebagai pengawas dua perusahaan tersebut dan menarik tagihan. "Sudah hal biasa partisipasi swasta. Yang tidak dibolehkan kalau peran swasta itu dari hulu ke hilir,” kata dia.