TEMPO.CO, Jakarta - Bersaksi dalam sidang Ratna Sarumpaet di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan hari ini, ahli bahasa Wahyu Wibowo menilai keonaran dalam filsafat bahasa tidak mesti dalam terjadi dalam bentuk fisik. Onar bisa terjadi jika sudah ada pro kontra di tengah masyarakat.
Baca: Rocky Gerung Singgung Integritas, Ratna Sarumpaet: Dia Tak Tahu
Wahyu dihadirkan oleh jaksa penuntut umum dalam perkara Ratna Sarumpaet yang didakwa menyebarkan berita bohong yang menyebabkan keonaran. "Keonaran tidak berarti dalam bentuk fisik," ujarnya, Kamis 25 April 2019.
Wahyu mengatakan dalam filsafat bahasa onar berati ribut atau gaduh sedangkan keonaran adalah hasil dari onar tersebut. Kata dia, keonaran sudah bisa dikatakan terjadi hanya dengan melibatkan dua orang saja, namun dalam lanjutannya harus melibatkan orang lebih banyak.
Menurut Wahyu, keonaran juga bisa terjadi dengan munculnya situasi yang membuat publik bertanya-tanya atau keheranan.
Wahyu memisalkan dua orang yang saling beropini hingga memunculkan pro kontra atau rasa tidak suka sudah berpotensi membuat keonaran. Hal ini kata dia bisa terjadi dalam bentuk lisan atau tulisan.
Termasuk juga, lanjut Wahyu kegaduhan di sosial media juga bisa disebut sebagai keonaran."Karena sosial media reaksi dalam bentuk tulisan," ujarnya.
Unsur keonaran tersebut diatur dalam pasal dakwaan Ratna Sarumpaet, yaitu pasal 14 ayat 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang mengedarkan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat.
Ratna didakwa setelah mengarang berita bohong terkait pemukulan yang menyebabkan luka lebam di wajahnya. Namun belakangan Ratna mengakui pemukulan adalah hoax lantaran luka lebam tersebut hanya efek operasi sedot lemak.
Baca: Rocky Gerung: Unsur Keonaran di Kasus Ratna Sarumpaet Terpenuhi
Selain pasal keonaran, Ratna Sarumpaet juga didakwa dengan pasal 28 ayat 2 juncto 45A ayat 2 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tentang menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan suku, agama, ras, dan golongan.