Pada pemilu 2019, Nurdin mengatakan kesalahan banyak terjadi saat proses hitung di TPS. Kesalahan tersebut terlihat dari perbedaan jumlah pemilih yang datang dengan suara sah dan tidak sah. "Padahal rumusnya jumlah pemilih dengan suara yang sah atau tidak sah harus sama. Sebab, pemilu kita satu orang satu suara," ujarnya.
Jika ada perbedaan data antara jumlah pemilih dengan suara sah dan tidak sah, maka penyelenggara wajib melakukan perbaikan. Bahkan, kalau data C1 Plano-nya yang bermasalah, penyelenggara wajib membuka kotak suara dan menghitung ulang. "Perbaikan ini dilakukan oleh penyelenggara satu tingkat di atasnya," kata Nurdin.
Menurut Nurdin, jika ada kesalahan penghitungan, maka semestinya PPK yang melakukan perbaikan menuangkan masalah itu di formulir DA2. "Di formulir DA2 itu dicatat ada kejadian khusus," ujarnya.
Hakim Didik pun bertanya, "Kalau ada masalah tapi tidak dicatat di formulir khusus DA2 legal tidak?"
Nurdin menjelaskan bahwa hasil perbaikan tetap legal meski tanpa menuangkan ke catatan khusus. Hasil tersebut dianggap legal karena perbaikan disaksikan oleh saksi partai, pengawas dan penyelenggara di tingkat kecamatan.
Menurut Nurdin, tindakan PPK yang tidak mencatat adanya permasalahan khsus di formulir DA2, hanya pelanggaran administrasi. "Pelanggaran itu bukan pidana pemilu, tapi administrasi. Di Undang-undang Pemilu tidak menulis di DA2 juga tidak menjadi ancaman," kata dia.
Saat diberikan kesempatan bertanya, jaksa Doni Boy Panjaitan mempertanyakan adanya formulir C1 yang tidak ditandatangani oleh saksi partai. "Apakah itu legal," kata Doni.
Nurdin pun langsung menimpali, "Legal."
Menurut Nurdin, hasil rekap tersebut dianggap legal meski tidak ditandatangani saksi karena ada saksi dari pengawas dan saksi lainnya yang melihat proses hitung tersebut. "Jadi kalau ada salah satu saksi partai tidak mau tandatangan hasil rekapitulasi tetap legal," ujarnya.
Doni kembali bertanya, "Jika ada perpindahan suara caleg tertentu itu bagaimana anda melihatnya?"
Menurut Nurdin, dalam proses pemilu semua pihak harus melihatnya secara utuh. Sebab, jika terjadi kesalahan sejak awal, maka kesalahan akan terjadi di proses perhitungan selanjutnya. "Makanya ada proses perbaikan yang berjenjang di atasnya," ujarnya.
Usai Nurdin memberikan jawaban, hakim ketua Ramses Pasaribu bertanya soal jenis pelanggaran yang menghilangkan suara dengan sengaja. Jika ada kesengajaan, maka pelanggaran tersebut masuk kategori pidana. "Apakah bisa ada perubahan suara dalam proses hitung," tanya Ramses.
Lalu Nurdin menjawab bahwa perubahan itu masih dimungkinkan selama perbaikan dalam proses berjenjang yang disaksikan oleh para saksi dan pengawas di setiap tingkatan. "Kalau diperbaiki sendiri di dalam kamar atau ruangan yang tidak ada pengawas, itu merupakan tindak pidana," kata dia.
Laporan dugaan adanya kecurangan berupa penghilangan suara itu dilaporkan oleh Caleg DPRD DKI Nomor Urut 1 dari Partai Demokrat H. Sulkarnain dan Caleg DPRD DKI Nomor Urut 5 Partai Gerindra M. Iqbal Maulana. Sebanyak 10 anggota PPK dari Kecamatan Koja dan Cilincing didakwa terlibat dalam penghilangan suara itu.