TEMPO.CO, Jakarta - Tersangka kasus makar dan kepemilikan senjata api ilegal, Habil Marati, membantah memberikan uang sebesar Sing$ 15 ribu kepada Kivlan Zen untuk membeli senjata api. Politikus PPP itu menyebut apa yang disampaikan polisi dalam konferensi pers saat di Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan menyesatkan.
"Saya tidak pernah memberikan 15 ribu dolar kepada Kivlan. Norak itu, bohong itu," kata Habil saat ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa, 10 September 2019.
Polisi sebelumnya menggelar konferensi pers ihwal kepemilikan senjata api yang menyeret Kivlan pada 11 Juni 2019. Polisi juga mengungkap Kivlan mendapatkan dana dari Habil untuk membeli senjata api.
Habil membantah telah menyediakan dana untuk pembelian senjata api ilegal. "Salah, tidak benar, fitnah itu," ujarnya.
Politikus PPP ini menyebut hanya menyerahkan Sing$ 4 ribu dan Rp 50 juta secara bertahap. Uang dolar Singapura itu langsung diterima Kivlan. Sementara Rp 50 juta diambil oleh orang suruhan Kivlan bernama Helmi Kurniawan alias Iwan.
Menurut Habil, dirinya mengenal Kivlan di PPP. Kivlan meminta Rp 50 juta untuk survei bahaya bangkitnya komunis, kegiatan supersemar dan pengkajian kembali Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Habil pun memberikan bantuan dana senilai Sing$ 4 ribu dan Rp 50 juta. Namun, kata dia, uang yang diberikan kepada Helmi tak sampai di tangan Kivlan. "Ternyata uang yang saya kirimkan lewat Iwan itu tidak diberikan kepada Kivlan," ujarnya.
Pada Selasa, 10 September lalu, Kivlan, 73 tahun, didakwa menguasai senjata api ilegal. Dia disebut menguasai empat senjata dan 117 peluru tajam. Dia didakwa dengan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1951 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 atau juncto 56 ayat 1 KUHP.
Dalam dakwaan, Habil disebut memberi Sing$ 15 ribu atau sekitar Rp 151,5 juta, Rp 10 juta, dan Rp 50 juta secara bertahap. Kivlan menggunakan uang tersebut untuk pembelian senjata api ilegal dan mendanai operasional orang suruhannya.
Orang suruhan yang dimaksud adalah Helmi. Helmi lalu yang berperan memesan dan membeli senjata dari Asmaizulfi dan Adnil. Helmi juga yang menyerahkan senjata kepada Azwarni atas perintah Kivlan. Azwarni adalah supir pribadi Kivlan.
Tak hanya itu, Helmi memberikan uang Rp 25 juta kepada Tajudin sebagai biaya operasional survei dan pemantauan guna mengintai dua pejabat publik. Pejabat itu, yakni Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto serta Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan. Dalam dakwaan Kivlan Zen, Habil Marati, Helmi Kurniawan, Tajudin, Azwarmi, Irfansyah, Adnil, dan Asmaizulfi dijadikan saksi. Keenamnya juga ditetapkan tersangka kepemilikan senjata api ilegal.