TEMPO.CO, Jakarta - Kegiatan hari bebas kendaraan bermotor atau car free day (CFD) yang telah dilaksanakan selama 17 tahun ternyata belum terlalu berhasil membuat masyarakat berpindah dari kendaraan pribadi ke kendaraan umum.
Direktur Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB) Ahmad Safrudin mengatakan CFD hanya membuat masyarakat beradaptasi saat menggunakan kendaraan pribadi. "Misal ada orang dari Ciledug mau ke Rawamangun di hari Minggu, dia bakal tetap pakai kendaraan pribadi, cuma rutenya saja yang ia ubah," kata dia, Ahad, 22 September 2019.
Hal itu pula yang menurut Safrudin tidak membuat CFD berdampak pada perbaikan kualitas udara di DKI Jakarta. "CFD di memang menurunkan kadar polusi hingga 30 persen di Thamrin, tapi di Casablanca, Kebon Sirih, kadar polusinya justru meningkat," ujarnya.
Faktanya, meski ada CFD, penggunaan kendaraan bermotor oleh warga Jakarta dan sekitarnya juga tetap tinggi.
Sementara itu, Manager Kampanye Perkotaan dan Energi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Dwi Sawung menjelaskan CFD selama ini hanya bermanfaat untuk sarana rekreasi olahraga. Acara itu tak membawa dampak signifikan pada pengurangan polusi udara dan bahkan malah menambah masalah baru, yakni menghasilkan sampah yang jumlahnya tidak sedikit.
"Kalau dampaknya pada pengurangan emisi, kecil sekali. Kalau mau CFD-nya lebih luas lagi," kata Sawung.
Ia pun menyarankan agar pelaksanaan CFD tak hanya hari Minggu saja. Sebab hal itu seolah membuat CFD bersifat event saja. Ia menyarankan CFD dilaksanakan mengikuti kadar tingkat emisi udara.
CFD pertama kali diinisiasi di Jakarta pada 22 September 2002. Saat itu, tujuan dari CFD adalah mengurangi ketergantungan masyarakat pada penggunaan kendaraan bermotor dalam beraktivitas sehingga polusi udara dapat berkurang.
Namun selama 17 tahun pelaksanaan car free day, tingkat pencemaran udara malah semakin meningkat. Pada 2012 saja, udara DKI Jakarta telah memasuki kategori tidak sehat berdasarkan pengukuran polutan PM 2.5.