TEMPO.CO, Jakarta - Lurah Manggarai Budi Santoso mengatakan tawuran Manggarai yang kerap terjadi berulang telah merugikan wilayahnya, baik dari sisi keamanan, perekonomian maupun nama baik.
"Jelas dirugikan sekali, yang pasti tawuran itu bukan warga saya seluruhnya, walau saya akui mungkin ada satu dua, tapi tawuran itu selalu terjadi di wilayah Manggarai," kata Budi saat ditemui di Pasaraya Manggarai, Rabu malam, 30 Oktober 2019.
Budi mengatakan ketika tawuran terjadi, masyarakat tidak bisa keluar beraktivitas. Beberapa warganya bahkan ada yang menjadi korban luka-luka dan citra nama wilayahnya yang selalu diidentikkan dengan tempat tawuran.
Padahal, kata Budi, yang tawuran itu melibatkan warga dari Kampung Menteng Tenggulun, Jakarta Pusat dan Magezen, Manggarai, Jakarta Selatan. "Yang pasti setiap tawuran pecahnya di rel kereta api dan itu membuat perjalanan kereta jadi terhenti," ujarnya.
Budi pun berharap dengan adanya malam silaturahmi potong tumpeng dan doa bersama yang diinisiasi oleh Kepala Polres Metro Jakarta Selatan bisa mencegah terulangnya tawuran di wilayahnya.
Walaupun, Budi menyangsikan yang hadir pada malam doa bersama dan potong tumpeng ini bukanlah para pelaku tawuran. "Yang hadir ini bukan pelaku, tapi para lurah, RT, RW, ormas, polisi dan TNI setidaknya jadi komitmen bersama kita untuk sama-sama mencegah tawuran," kata dia.
Sementara itu, kegiatan doa bersama dan ikrar perdamaian digelar di pelataran parkir Pasar Raya Manggarai. Selain doa bersama, kegiatan diisi dengan potong tumpeng dan makan bersama serta deklarasi pemuda anti tawuran.
Dalam satu pekan ini, sudah terjadi dua kali tawuran Manggarai. Kejadian pertama pada Senin, 28 Oktober pada pukul 23.00 WIB dan kedua, Selasa, 29 Oktober lalu pada pukul 18.30 WIB. Tawuran juga sempat pecah pada Jumat, 25 Oktober lalu.