TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Operasi II PT Waskita Karya Tbk., Bambang Rianto, menjelaskan kenapa sambungan jalan atau expansion joint di Tol Layang Jakarta-Cikampek atau Tol Japek II cukup lebar. Kondisi sambungan yang membuat pengguna jalan tol itu kurang nyaman itu ternyata memiliki fungsi sangat penting, yakni mengantisipasi getaran gempa.
Bambang menjelaskan, lebar sambungan jalan memang mencapai 1-1,4 meter. Sambungan cukup lebar sesuai spesifikasi jalan tol layang yang cukup panjang.
"Jadi di sinilah kami lebih mengusung yang namanya keamanan yakni meredam getaran gempa. Kami desain yang seefisien mungkin tapi aman," kata Bambang dalam wawancara dengan Antara di Jakarta, Jumat, 20 Desember 2019.
Kondisi sambungan jalan itu sempat ramai diperbincangkan di hari-hari awal dioperasikannya jalan tol layang Cikampek, selain soal konturnya yang bergelombang. Sejalan dengan itu, data dari Jasa Marga menyebutkan ada sebanyak puluhan sambungan jalan yang masih harus dibenahi di hari-hari awal pengoperasian jalan tol itu.
Namun Jasa Marga membantah lebarnya sambungan jalan penyebab pecah ban mobil pengguna jalan layang tol itu. Tercatat, gangguan kendaraan akibat pecah ban selama tiga hari pertama jalan layang itu dioperasikan (15-17 Desember) mencapai 13 kali. Jumlahnya kedua terbanyak di antara macam-macam gangguan yang ada. Terbanyak adalah gangguan mesin, sebanyak 17 kali.
Sedang soal kontur jalan bergelombang menghindari aneka konstruksi dan jalur SUTET juga telah dijelaskan masih dalam standar teknis yang ada. Standar itu di antaranya menyangkut batas kecepatan kendaraan 60-80 km/jam yang ditetapkan dan batas minimum jarak pandang henti tak kurang dari 110 meter ke depan.
Jalan Tol Layang Jakarta-Cikampek telah dioperasikan sejak Minggu, 15 Desember 2019. Jalan sepanjang 38 kilometer ini dibuka untuk umum secara fungsional menyambut libur panjang Natal dan tahun baru.