TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM menyatakan adanya indikasi pelanggaran HAM dalam rangkaian peristiwa demonstrasi terhadap revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi dan Rancangan Undang-Undang KUHP pada 24-30 September lalu. Tim pencari fakta yang dibentuk mendapati sejumlah korban luka-luka dan meninggal dunia akibat bentrokan antara pendemo dengan polisi.
“Terdapat 5 orang korban meninggal dunia, 2 orang korban luka, 15 orang jurnalis menjadi korban kekerasan, serta adanya indikasi pelanggaran HAM dalam peristiwa tersebut,” kata Wakil Ketua Internal Komnas HAM, Hairansyah, dalam keterangan tertulis, Kamis, 9 Januari 2020.
Hairansyah menjelaskan, beberapa hak yang dilanggar dalam peristiwa tersebut di antaranya adalah hak hidup, hak anak, hak atas kesehatan, hak memperoleh keadilan, serta hak atas rasa aman. Komnas HAM juga menemukan dugaan pelanggaran Protap yang dilakukan oleh polisi. “Seperti dugaan penggunaan kekerasan dan upaya paksa yang berlebihan, terbatasnya akses keadilan terhadap terduga pelaku, lambatnya akses medis untuk korban, serta terbatasnya akses bantuan hukum bagi yang ditangkap,” kata dia.
Atas temuan tersebut, Komnas HAM memberi rekomendasi kepada Presiden dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat supaya melibatkan beberapa stakeholder dalam menetapkan kebijakan. Perlu juga adanya penyediaan kanal demokrasi untuk memfasilitasi unjuk rasa, memastikan penegakan hukum oleh polisi, serta pemulihan korban baik secara materiil maupun immateriil.
Adapun untuk Kepolisian, Komnas HAM merekomendasikan adanya penyelidikan dan penegakan hukum terhadap anggotanya yang terbukti melanggar aturan. Kematian lima orang juga perlu ada penyelidikan dan penyidikan tersendiri.
Polisi juga disarankan oleh Komnas HAM agar mengevaluasi instrumen penanganan aksi massa untuk perbaikan ke depannya. “Serta jaminan akses peliputan dan perlindungan kepada jurnalis dalam melaksanakan tugasnya sesuai UU 40 Tahun 1999 tentang pers,” kata Hairansyah.
Komnas HAM juga meminta kepala daerah berkoordinasi dengan aparat penegak humum untuk memfasilitasi layanan kesehatan saat unjuk rasa dan mendorong proses pemulihan trauma pada korban khususnya anak. Lewat rekomendasi tersebut, kata Hairansyah, lembaganya berharap segera ada tindak lanjut dari pihak terkait supaya kejadian serupa tak terulang.