TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), Yati Andriyani mengatakan bahwa dakwaan terhadap Dede Lutfi Alfiandi harusnya digugurkan jika berbasis pengakuan yang didapatkan melalui praktik penyiksaan.
"Dan hakim harus membebaskan terdakwa," kata Yati kepada Tempo, Selasa, 21 Januari 2020.
Namun menurut Yati, jika dakwaan didasarkan pada bukti-bukti kuat selain pengakuan dari Lutfi dan terjadi penyiksaan saat proses hukum tersebut, maka hakim tetap menjatuhkan hukuman terhadap terdakwa. Tapi, kata dia, penyiksaan itu tetap harus diproses hukum.
"Jika memang ada penyiksaan terhadap Lutfi, KontraS mendesak polisi melakukan tindakan pro aktif memproses para pelaku penyiksaan tersebut," kata dia.
Lutfi Alfiandi, si pembawa bendera Merah Putih saat unjuk rasa pada 30 September 2019, memberi keterangan berbeda kepada majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan yang ada di berita acara pemeriksaan (BAP) kepolisian. Lutfi mengatakan tidak melakukan penyerangan dan pelemparan batu kepada polisi seperti dalam BAP dan dakwaan jaksa.
"Dia terdesak oleh hakim karena keterangannya tidak sesuai dengan BAP. Di BAP tersebut dia menyatakan memukul, melempar petugas dengan batu sementara di persidangan dia bilang tidak melakukan hal-hal itu," ujar pengacara Lutfi, Sutra Dewi saat dihubungi Tempo pada Selasa, 21 Januari 2020.
Akibat perbedaan keterangan itu, Sutra Dewi berujar bahwa kliennya mengungkapkan alasan di balik lahirnya BAP kepada hakim. Menurut dia, Lutfi mengalami tekanan dan paksaan agar mengaku menyerang dan melempari polisi. "Karena dia dipaksa sehingga dia tanda tangan dan cap jempol. Bagaimana cara ditekannya, yaitu dipukul dan disetrum," kata Sutra Dewi.
Menurut Sutra Dewi, Lutfi mengalami penyiksaan itu di Kantor Kepolisian Resor Metro Jakarta Barat pada 1 Oktober pagi atau setelah ditangkap. Di sana, Lutfi disebut akhirnya memberikan keterangan sesuai dengan yang diinginkan oleh kepolisian.
"Kalau dari cerita dia, disetrum itu pakai alat yang ditaruh di kupingnya," kata Sutra Dewi.
Dalam dakwaan, Lutfi dijerat dengan tiga pasal alternatif. Yaitu Pasal 212 KUHP tentang kekerasan atau ancaman kekerasan, Pasal 214 ayat 1 KUHP karena melawan saat hendak ditangkap, dan Pasal 170 ayat 1 KUHP tentang kekerasan yang dilakukan banyak orang.
Adapun Polisi membantah melakukan penganiayaan terhadap pemuda pembawa bendera ini. Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Barat Komisaris Teuku Arsya menyatakan bahwa Luthfi mengakui perbuatannya karena bukti rekaman video, bukan karena penyiksaan.
"Enggak mungkin, kami kan polisi modern. Dia mengaku karena setelah itu ditunjukkan ada rekaman video dia di lokasi. Dia lempar batu, itulah petunjuk kenapa dia diamankan," ujar Arsya saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa 21 Januari 2020.