TEMPO.CO, Jakarta -Lembaga pemantau kemacetan lalu lintas, TomTom Traffic Index, menempatkan Jakarta di peringkat kesepuluh sebagai kota termacet di dunia pada 2019. Setahun sebelumnya, posisi Jakarta berada di peringkat ketujuh. Meski ada perbaikan peringkat, tingkat kemacetan di Ibu Kota pada 2018 dan 2019 tetap sama, yakni 53 persen.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengklaim pelbagai rekayasa lalu lintas, seperti pembatasan kendaraan dengan pelat nomor ganjil-genap, efektif menekan tingkat kemacetan. “Bayangkan jika tidak melakukan apa-apa, tidak bisa mempertahankan (tingkat kemacetan) di 53 persen,” ujarnya di gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD Jakarta, Senin, 3 Februari 2020.
Syafrin mengungkapkan bahwa perluasan ganjil-genap dari 9 ruas jalan menjadi 25 ruas jalan ampuh meningkatkan kecepatan kendaraan di jalan yang dikenai kebijakan itu. Kecepatan kendaraan di koridor ganjil-genap naik dari 25 kilometer per jam menjadi 33 kilometer per jam. Pemerintah DKI memperluas ganjil-genap sejak 9 September 2019.
Menurut Sayfrin, pemerintah DKI juga mendorong masyarakat menggunakan angkutan umum. Hal itu terlihat dari meningkatnya jumlah penumpang moda raya terpadu (MRT) Jakarta dan Transjakarta. Pada tahun lalu, jumlah penumpang Ratangga—sebutan kereta MRT—rata-rata mencapai 95 ribu penumpang per hari. Padahal perusahaan daerah itu menargetkan jumlah penumpang harian pada 2019 hanya 65 ribu.
Adapun jumlah penumpang harian Transjakarta pada tahun lalu mencapai 950 ribu. “Terjadi peningkatan (penumpang) Transjakarta dan MRT Jakarta yang luar biasa,” kata Syafrin. Dengan pelbagai upaya itu, kata Syafrin, tingkat kemacetan di Jakarta pada tahun lalu bisa bertahan pada 53 persen. Padahal jumlah kendaraan di Ibu Kota terus meningkat tiap tahun.
Kondisi itu, kata Syafrin, juga diperparah oleh adanya pembangunan infrastruktur, seperti lintas rel terpadu (LRT) Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi, yang mengakibatkan lebar jalan menyempit. “Dengan kondisi itu, kami tetap bisa mempertahankan kinerja lalu lintas dengan baik,” ujarnya.
Kepala Bagian Humas Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Budi Rahardjo mengatakan pemerintah DKI tidak bisa menyelesaikan persoalan kemacetannya sendiri. Sebab, sebagian penduduk daerah penyangga, seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, bekerja di Jakarta.
Budi menjelaskan BPTJ turut berupaya mengurangi kemacetan di Jakarta. Salah satunya dengan menerapkan kebijakan ganjil-genap di pintu tol Bekasi, Tangerang, dan Cibubur (Jakarta Timur). “Kebijakan ini dilakukan karena koridor-koridor itu merupakan lintas yang dilalui masyarakat komuter dengan kendaraan pribadi,” katanya.
Budi menjelaskan BPTJ juga menyediakan angkutan umum berupa bus Transjabodetabek Premium, Jabodetabek Residence Connexion, dan Jabodetabek Airport Connexion agar masyarakat mau meninggalkan kendaraan pribadinya. “Hingga saat ini, bus premium perkotaan cukup diminati publik,” dia mengklaim.
Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta Iskandar Abubakar menilai penerapan ganjil-genap belum optimal menekan angka kemacetan secara menyeluruh. Sebab, aturan itu hanya berlaku di sejumlah ruas jalan. “Kemacetannya bisa pindah di ruas yang tidak menerapkan aturan ganjil-genap,” katanya.
ADAM PRIREZA