TEMPO.CO, Jakarta - Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur (Jabodetabek-Punjur) dianggap memutihkan reklamasi pulau H sebagai bagian daratan.
"Padahal diketahui bersama hingga detik ini, Pulau H belum ada secara fisik," ujar salah satu anggota Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta, Kepala Advokasi LBH Jakarta, Nelson Simamora dalam keterangan tertulis, Kamis, 21 Mei 2020.
Selain itu, Nelson melanjutkan bahwa Pasal 6 dalam Perpres 60 itu mencakup kawasan perairan 0-12 mil, yang seharusnya bukan cakupan dari aturan yang diteken Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada 13 April lalu tersebut. Karena menurut Nelson, Perpres 60 ini merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
"Sedangkan daratan pesisir dan perairan 0-12 mil merupakan kewenangan Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil," kata dia.
Nelson menambahkan bahwa indikasi upaya pemutihan pada pemanfaatan ruang tak berizin juga terdapat pada Pasal 138. Selain itu, Perpres ini disebut memungkinkan terjadinya konflik pemerintah secara vertikal, mengingat keharusan penyesuaian dalam berbagai rencana tata ruang di provinsi maupun kota atau kabupaten yang harus diikuti oleh pemerintah daerah.
"Dan jika ada kekosongan Rencana Tata Ruang lewat daerah, maka Perpres yang berskala 1:50.000 ini bisa dijadikan acuan pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang, termasuk perijinan," kata Nelson.
Sebelumnya, koalisi masyarakat sipil telah banyak menyampaikan kritik terhadap Perpres 60 tahun 2020 ini karena dianggap sebagai pintu masuk melanjutkan reklamasi Teluk Jakarta. Dalam ketentuan anyar berisi 141 pasal tersebut, Jokowi memasukkan empat pulau reklamasi, yaitu pulau C, D, G, dan N ke dalam golongan Zona Budi Daya 8 (Zona B8) di utara daratan Jakarta.
Disebutkan di dalamnya bahwa pembangunan pulau reklamasi diperuntukkan bagi permukiman, perdagangan, industri, pergudangan, pariwisata, dan pembangkit tenaga listrik. Sekretaris Kabinet Pramono Anung sempat membantah kalau peraturan itu disusun sebagai pelumas pembangunan pulau reklamasi.