TEMPO.CO, Tangerang - Polres Bandara Soekarno-Hatta menggagalkan penyelundupan 153 reptil langka dari Papua, mulai dari ular hingga kadal.
Ratusan aneka reptil langka itu disimpan dalam empat boks yang dikirim dari Ambon menuju Jakarta untuk diperjualbelikan. "Jumlah empat koli dengan total hewan 153 ekor," ujar Wakil Kepala Polres Bandara Soekarno-Hatta Ajun Komisaris Besar Yessi Kurniati, Jumat 5 Juni 2020.
Menurut Yessi, dalam empat boks itu tersimpan beberapa jenis reptil, seperti ular Monopohon, Soa Layar, ular Patola Halmahera, dan kadal Panana atau lidah biru.
Reptil langka yang hendak diperjualbelikan di Jakarta itu terdiri dari Soa Layar 85 ekor, Kadal lidah biru dan Panana 45 ekor, ular Monopohon 20 ekor dan ular Patola berjumlah 3 ekor. "Sebagian besar dari jenis-jenis reptil di atas berasal dari tanah Papua, Papua Nugini, dan Australia," kata Yessi.
Menurut Yessi, Panana atau kadal lidah biru tidak beracun dan wilayah penyebarannya di Maluku, Papua, dan Australia. "Ular Monopohon yang sering dikenal sebagai ular boa terkecil dunia yang hanya ditemukan di Papua dan Papua Nugini," katanya.
Ular Patoa Halmahera yang merupakan ular non berbisa adalah reptil yang hanya ditemukan di Papua, Papua Nugini, dan Australia.
Meski kadal Soa Layar dan Panana bukan hewan yang dilindungi, pengirim tidak bisa menyertakan surat kepemilikan, serta surat pengiriman hewan. Semestinya, untuk mengirim reptil hewan reptil harus dilengkapi Surat Angkut Tumbuhan Satwa Liar Dalam Negero (SATSL-DN) dan sertifikat Kesehatan dari Kantor Karantina Soekarno-Hatta.
Polres Bandara Soekarno-Hatta menyita ular monopohon dan ular Patoa yang tergolong reptil dilindungi. "Karena pengangkutan hewan liar ini harus dilengkapi surat angkut tumbuhan satwa liar dalam negeri, tapi tidak disertai," ucap Yessi.
Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Polres Bandara Soekarno-Hatta Komisaris Alexander Yurikho mengatakan polisi telah menangkap dua tersangka pemilik reptil itu, TK dan sopirnya TD.
Menurut Yurikho, tersangka penyelundupan satwa di Bandara Soekarno-Hatta itu dijerat pasal 36 UU nomor 5 Tahun 1990 tentang konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan ancaman hukuman denda maksimal Rp 250 juta serta pasal 87 UU RI nomor 21 tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. "Dengan ancaman dua tahun penjara atau denda maksimal Rp 2 miliar," kata Yurikho.
JONIANSYAH HARDJONO