TEMPO.CO, Jakarta -Jaksa penuntut umum tidak menyebutkan adanya pemberi perintah kepada Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulettu untuk menyerang penyidik senior KPK Novel Baswedan.
Dalam fakta-fakta persidangan yang disampaikan oleh jaksa di berkas tuntutan, nihil informasi tentang sosok pemberi perintah.
"Sementara ini dalam fakta persidangan seperti itu, tidak ada yang muncul mengarah kepada perintah seseorang untuk melakukan penyiraman (Novel Baswedan) itu tidak ada," ujar jaksa Ahmad Patoni saat dikonfirmasi seusai persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis, 11 Juni 2020.
Jaksa penuntut umum menuntut Ronny Bugis dan Rahmat Kadir dengan hukuman satu tahun penjara. Mereka dinilai melakukan penganiayaan dengan rencana terlebih dahulu yang mengakibatkan luka-luka berat sebagaimana diatur dalam Pasal 353 ayat 2 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau sesuai dengan dakwaan subsider.
Sebelumnya, tim kuasa hukum Novel Baswedan sudah menyampaikan adanya kejanggalan dalam persidangan ini. Salah satunya, dakwaan jaksa tidak mencantumkan fakta atau informasi siapa yang menyuruh melakukan tindak pidana penyiraman air keras terhadap Novel.
"Patut diduga jaksa sebagai pengendali penyidikan satu skenario dengan kepolisian mengusut kasus hanya sampai pelaku lapangan," ujar salah satu anggota kuasa hukum Novel Baswedan, Direktur LBH Jakarta Arif Maulana dalam keterangan tertulis pada Senin, 11 Mei 2020.
Novel Baswedan disiram air keras yang belakangan diketahui berjenis asam sulfat atau H2S04 pada Selasa, 11 April 2017, setelah menunaikan salat subuh di Masjid Jami Al-Ihsan, Jalan Deposito, Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, Jakarta Utara. Akibat penyiraman itu, Novel mengalami kerusakan pada matanya.
Berselang lebih dari dua tahun setelah peristiwa itu, polisi mengumumkan para pelaku yakni Rahmat Kadir Mahulettu dan Ronny Bugis. Keduanya adalah anggota polisi aktif dari kesatuan Brigade Mobil (Brimob) Polri.