TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menolak permohonan praperadilan Ruslan Buton untuk kedua kalinya. Dalam praperadilan, Ruslan menggugat Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri dan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum atas penangkapan, penahanan dan penetapan dirinya sebagai tersangka dalam kasus ujaran kebencian.
"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar hakim tunggal Akhmad Suhel membacakan putusan pada Selasa, 21 Juli 2020.
Dalam pertimbangannya, hakim menilai syarat formil untuk penetapan tersangka yakni, minimal dua alat bukti sudah tercukupi oleh penyidik. Alat bukti tersebut antara lain keterangan tiga orang saksi dan tiga orang ahli.
"Maka permohonan untuk menyatakan penetapan tersangka tidak sah haruslah ditolak," kata Akhmad.
Hakim juga menyatakan barang bukti berupa berita dari portal media online yang dipermasalahkan oleh Ruslan sudah sesuai dengan prosedur. Adapun sengketa di dewan pers terkait verifikasi media online tersebut, hakim menilai bukan bagian dari praperadilan.
Dengan ditolaknya petitum pokok praperadilan ini yakni tentang penetapan tersangka, hakim menilai bahwa permohonan lainnya tak perlu dipertimbangkan lagi."Menimbang bahwa ditolaknya praperadilan pemohon, maka biaya yang timbul dari permohonan ini akan dibebankan kepada pemohon sebesar nihil," kata hakim.
Sementara itu, dua permohonan praperadilan serupa yang diajukan oleh istri dan anak Ruslan Buton, yaitu Erna Yudhiana dan Sultan Nur Alam, juga dimentahkan oleh pengadilan. Keputusan tersebut dibacakan oleh hakim tunggal pada masing-masing perkara, yakni Suswanti dan Merry Taat Anggarsih.
Polisi menangkap Ruslan Buton di Jalan Poros, Pasar Wajo Wasuba, Dusun Lacupea, Kecamatan Wabula, Sulawesi Tenggara, pada Kamis, 28 Mei 2020. Mantan anggota TNI Angkatan Darat ini ditangkap karena membuat pernyataan terbuka kepada Presiden Joko Widodo atau Jokowi dalam bentuk rekaman suara.
Dalam rekamannya, Ruslan Buton mengkritisi kepemimpinan Jokowi. Menurut dia, solusi terbaik menyelamatkan bangsa Indonesia adalah bila Jokowi rela mundur dari jabatannya sebagai presiden. Ruslan dikenai Pasal 27 dan Pasal 28 Undang-Undang ITE serta Pasal 207, Pasal 310, dan Pasal 31 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.