TEMPO.CO, Jakarta - Kematian Yodi Prabowo, editor Metro TV, pada 10 Juli lalu, hingga kini masih menimbulkan rasa ketidakpuasan oleh pihak keluarga terhadap hasil penyelidikan polisi.
Yodi ditemukan dalam kondisi meninggal di pinggir Tol JORR di Ulujami, Pesanggrahan, Jaksel, pada Jumat, 10 Juli 2020. Jenazahnya ditemukan oleh bocah di sekitar lokasi yang sedang bermain layangan. Almarhum diduga meninggal dunia sejak Rabu, 8 Juli 2020.
Berikut pernyataan polisi vs pihak keluarga Yodi yang Tempo himpun:
1. Almarhum Yodi disebut bunuh diri
Berdasarkan hasil penyelidikan, polisi mengumumkan bahwa Editor Metro TV itu diduga kuat bunuh diri. Yodi disebut menusuk dada dan lehernya sendiri dengan pisau yang dibelinya dari toko swalayan.
Namun, pernyataan polisi itu dinilai janggal oleh pihak keluarga Yodi. Sang ayah, Suwandi, menyebut salah satu kejanggalan dalam kasus ini adalah kondisi baju Yodi yang bersih saat ditemukan.
Jika benar Yodi bunuh diri dengan cara menusuk dada dan lehernya sendiri, kata Suwandi, seharusnya banyak darah yang menempel di baju. "Masak iya orang bunuh diri bajunya bersih? Pasti darahnya ke mana-mana,” ujar Suwandi melalui telepon, Senin, 27 Juli 2020.
Turinah, ibu Yodi, juga tak terima dengan kesimpulan polisi. Ia mengatakan bahwa kalau bunuh diri itu tidak mungkin tusukannya banyak, seperti beberapa tusukan di dada dan ada yang di leher.
"Menurut bapaknya juga helm yang digunakan Yodi tidak ada bekas bercak darahnya, sampai maskernya pun tidak ada darah, hanya ada di tempat lukanya dia. Itu yang mengganjal menurut saya," kata Turinah.
2. Almarhum Yodi disebut depresi dan konsumsi narkotika
Polisi mendapat informasi bahwa Yodi pernah memeriksakan diri ke dokter spesialis penyakit kulit dan kelamin RSCM, Jakarta Pusat. Dalam pemeriksaan itu, dokter menyarankan Yodi menjalani tes HIV. Hasil tes tersebut sampai saat ini belum keluar. Hasil pemeriksaan darah Yodi juga menunjukkan positif mengonsumsi narkotika amfetamin atau ekstasi sebelum ditemukan tewas.
Pihak keluarga pun membantah. Suwandi menilai sang anak tak mungkin mengalami depresi lantaran masih bisa bekerja dengan baik. "Ya ada yang janggal aja, kata polisi kan anak saya depresi lalu bunuh diri, kalau depresi itu mana mungkin kerja bisa fokus, mana bisa edit video. Sedangkan anak saya menyelesaikan kerjaannya, masih masuk kerja," kata Suwandi pada 25 Juli 2020.
3. Pisau dan sidik jari Yodi
Yodi diduga melakukan bunuh diri dengan menggunakan pisau yang ia beli sendiri. Dari hasil tes forensik, polisi tak menemukan ada sidik jari orang lain di pisau tersebut, selain milik Yodi.
Turinah, ibu Yodi Prabowo, tetap merasakan ada yang janggal dengan kesimpulan polisi itu. "Seperti ada yang janggal, " kata dia.
Kejanggalan itu terlihat dari temuan yang ia lihat di lapangan. Salah satunya adalah soal seragam kantor Metro TV. "Anak saya kalau berangkat dan pulang kerja itu selalu seragamnya masih dipakai, pada saat ditemukan anak saya tidak pakai seragam," ujar perempuan 43 tahun itu.
Turinah mengatakan anaknya juga tidak telaten. Tapi saat jasad anaknya ditemukan, seragam Metro TV sudah berada di tas selempang yang dibawanya dan ditemukan sudah dilipat kecil.
"Di rumah aja dia bajunya berantakan, suka dilempar-lempar, nggak mungkin dilipat, kalau pulang kerja baju dilempar ke mesin cuci. Makanya saya enggak percaya banget, kok ini rapih banget skenarionya, bisa kaya sudah direncanakan," ujar dia.
4. Keluarga minta bantuan dukun
Kedua orang tua Yodi yang tak terima putranya disebut tewas bunuh diri, menyodorkan bukti bahwa Yodi tewas dibunuh. Akan tetapi, bukti tersebut tak bisa diterima polisi karena tidak logis.
Kendati demikian, bukti tersebut ditolak polisi. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar Tubagus Ade Hidayat mengatakan jika bukti yang diberikan oleh pihak keluarga kurang masuk akal. "Informasinya dari 'orang pinter'. Saya tidak percaya yang seperti itu. Kalau keterangan dari dukun bagaimana kami menindaklanjutinya," ujar dia.
ANDITA RAHMA | M. JULNIS FIRMANSYAH