TEMPO.CO, Jakarta - Bekas Direktur Utama atau Dirut Transjakarta, Donny Andy Saragih yang ditangkap pada Jumat petang, 4 September 2020 dan digelandang di Lembaga Pemasyarakatan atau Lapas Salemba, Jakarta Pusat. Penangkapan itu merupakan langkah eksekusi Donny dalam perkara penipuan terhadap mantan atasannya Direktur Utama PT Lorena Transport, Gusti Terkelin Soerbakti. Saat pidana berlangsung, Donny menjabat direktur operasional di perusahaan itu.
Kepala Seksi Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Nur Winardi mengatakan penangkapan bermula dari kabar Donny Saragih akan berobat ke Rumah Sakit Pondok Indah Jakarta Selatan, pada Jumat, 4 September 2020 pukul 17.00. Saat dipantau, Donny tak diketahui keberadaanya.
Tim gabungan menuju Apartemen Mediterania Jakarta Utara pukul 21.00 WIB yang diduga tempat tinggal Donny. Di sana, Donny diciduk. "Pukul 23.00 terhukum dibawa ke Kejaksaan Tinggi DKI untuk diserahkan kepada Tim Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat," kata Nur dalam keterangan tertulisnya pada Sabtu, 5 September 2020.
Berikut fakta-fakta di sekitar penangkapan Donny Saragih:
- Donny Terlibat Dua Perkara Penipuan
Kasus terjadi pada 2017, saat menjabat Direktur Operasional di PT Eka Sari Lorena Transport Tbk. Donny mengaku-ngaku pegawai Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan menghubungi rekannya pegawai Lorena Transport, Porman untuk menawarkan bantuan menyelesaikan pelanggaran perdagangan saham yang terjadi di perusahaan otobus itu.
Lorena diminta menyerahkan US$ 250 ribu agar pelanggarannya tidak diproses. Bosnya kala itu, Soerbakti menyerahkan US$ 170 ribu secara bertahap kepada "oknum" OJK itu pada Oktober 2017. Porman dan Donny berbagi uang itu sembari melaporkan kepada Soerbakti bahwa duitnya sudah diserahkan ke OJK.
Donny dan Porman kembali meminta uang kepada bos Lorena untuk mempetieskan kasus itu sebesar US$ 80 ribu. ”Dibawa setelah salat Jumat, 24 November 2017, ke sekitar Lapangan Banteng." Begitu potongan pesan elektronik Dony yang dikirim kepada Porman untuk menipu Soerbakti, seperti tertera dalam putusan pengadilan yang salinannya diperoleh Tempo.
Soerbakti menyerahkan amplop cokelat berisi uang tunai Rp 20 juta dengan pecahan Rp 50 ribu dan US$ 1.000 kepada Porman dan Donny. Untuk meyakinkan, Porman mengabari bosnya bahwa uang itu telah disampaikan kepada OJK. Merasa janggal, Soerbakti memperkarakannya. Kepolisian Resor Metro Jakarta Pusat membekuk Porman dan Donny atas laporan Soerbakti. Di tingkat kasasi, Donny dihukum 2 tahun penjara.
Kasus kedua terjadi tahun 2015, saat Donny menjabat General Manager Lorena Busway. Ia dan dua rekannya, Agus Basuki dan Sunani kembali menipu dan menggelapkan uang perusahaan yang dipimpin Soerbakti senilai Rp 1,5 miliar. Lorena, operator Transjakarta sejak 2008 atau saat masih merupakan badan Layanan Umum (BLU) sebelum menjadi BUMD DKI Jakarta.
Donny meminta uang dengan membawa data berita acara denda yang memakai kop Transjakarta. Surat itu diteken direktur UPT Transjakarta. Di dalamnya, ada delapan lembar cek berisi biaya denda yang harus dibayarkan bernilai ratusan juta atau jika ditotal sekitar Rp 1,5 miliar. "Sekitar 2018, kami mengkaji ulang pembayaran denda," kata pengacara Soerbakti, Artanta Barus, saat itu.
Kliennya mengecek pembayaran denda yang diminta Donny ke Bank Mandiri. Data dari bank menunjukkan bahwa, 7 cek dicairkan oleh orang bernama Agus Basuki dan 1 sisanya oleh Sunani. Soerbakti menyurati Transjakarta untuk meminta konfirmasi serta menanyakan status dua orang yang mencairkan cek pembayaran denda. "Surat dijawab Transjakarta secara tertulis yang ditandatangani direktur utamanya waktu itu Pak Budi Kaliwono," ujar Artanta.
Dalam surat balasan, Transjakarta menyatakan tak pernah meminta atau menerima adanya pembayaran denda seperti yang dibuat oleh Donny Saragih. Transjakarta juga mengakui bahwa Agus Basuki karyawannya sejak 2015 hingga surat itu diterima Lorena Transport. "Sementara yang Sunani, mereka tidak tahu," kata dia. Soerbakti memperkarakan dua terlapor ke Polda Metro Jaya pada September 2018.