TEMPO.CO, Jakarta - Seorang berinisial DK yang menjadi eksekutor di klinik aborsi ilegal Jalan Percetakan Negara, Jakarta Pusat ternyata bukan seorang dokter.
Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum (Reskrimum) Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Jean Calvijn Simanjuntak menjelaskan DK belum memiliki gelar dokter.
“DK tidak ada sertifikasi sebagai dokter kandungan, semua yang bantu tindakan (aborsi) juga tidak punya,” kata Calvijn dalam konferensi pers pengungkapan klinik aborsi ilegal ini di Polda Metro Jaya, Rabu, 23 September 2020.
Pendalaman terhadap tersangka, menurutnya, mengungkap bahwa DK adalah lulusan fakultas kedokteran sebuah universitas di Sumatera Utara, menamatkan pendidikannya pada 2017.
Lulus dengan gelar S. Ked, tersangka sempat magang di rumah sakit di kota Medan. Belum genap 2 bulan menempuh pendidikan dokter magang tersebut, tersangka kemudian direkrut oleh pemilik klinik, tersangka LA untuk bekerja sebagai dokter aborsi.
“Tersangka DK belum mempunyai sertifikat profesi sebagai dokter,” kata Calvijn.
Polisi menggerebek klinik aborsi ilegal di Jalan Percetakan Negara III ini pada 9 September 2020.
Sebanyak 10 orang ditangkap dalam penggerebekan itu. Mereka dibagi dalam 4 kelompok peran, yaitu pemilik klinik, pekerjaan medis, agen penjemputan dan registrasi, juga seorang ibu dari janin yang baru saja digugurkan pada waktu penangkapan.
Yusri menambahkan, klinik tersebut beroperasi sejak 2017, setelah sebelumnya sempat buka pada 2002 hingga 2004. Atas tindakannya, para tersangka dijerat dengan pasal berlapis. Yaitu, Pasal 346 dan atau Pasal 348 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan atau Pasal 194 juncto Pasal 75 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
WINTANG WARASTRI