TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah warga Jakarta menyesalkan pengesahan UU Cipta Kerja yang terkesan terburu-buru dan tidak transparan. Di DPR pun, fraksi Partai Demokrat memilih walk out saat sidang paripurna pengesahan UU Cipta Kerja yang menarik pro dan kontra itu, Senin lalu.
Ardi, seorang buruh pabrik, menyatakan tidak setuju dengan pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja. Secara singkat ia menilai isi maupun proses pengesahan UU tersebut bertentangan dengan suara kaum buruh.
“Pastinya saya tidak setuju. Ini bertentangan dengan aspirasi kami,” ujarnya saat dihubungi Tempo pada Selasa, 6 Oktober 2020.
Suara serupa juga disampaikan Griselda, pekerja sosial yang menyesalkan langkah DPR dalam pengesahan UU Cipta Kerja yang dinilainya tidak transparan. Selain itu, proses pembahasan UU tersebut selama ini tidak benar-benar mewakili ataupun melibatkan masyarakat.
“Minim transparansi dan partisipasi publik. Tiba-tiba sudah sah. Ini kan aneh,” ujarnya.
Hal yang sama disoroti oleh Tam, seorang karyawan swasta yang menilai pengesahan UU Cipta Kerja digarap secara terburu-buru. Itu menunjukkan bahwa pemerintah dan DPR seakan hanya mau menjejalkan agendanya tanpa berniat mendengarkan aspirasi rakyat. Menurutnya, hal itu semakin diperjelas dengan upaya pencegahan demo buruh di Gedung DPR RI.
“Masa habis Omnibus Law disahkan Gedung DPR langsung di-lockdown ngehindarin demo. Ini anti-kritik dan sepihak,” ujarnya.
Baca juga: Polisi Tangkap 18 Siswa SMA yang Ingin Ikut Demo Buruh Tolak UU Cipta Kerja
Proses cepat pembahasan hingga pengesahan UU Cipta Kerja yang kontroversial ini juga dikomentari oleh Maya. Mahasiswa ini menilai bahwa upaya pemerintah itu tidak sesuai situasi global saat ini. Menurutnya, di tengah pandemi Covid-19, seharusnya pemerintah tidak hanya fokus menangani perekonomian negara, tetapi juga segera memperbaiki sektor kesehatan publik. “Anehnya, mengapa hanya reformasi struktural di sektor ekonomi, tapi tidak di sektor public health?” ujarnya.
ACHMAD HAMUDI ASSEGAF| TD