TEMPO.CO, Jakarta - Buruh, mahasiswa dan masyarakat sipil lainnya kembali menggelar aksi penolakan Omnibus Law - Undang-undang Cipta Kerja di Jakarta pada Rabu, 28 Oktober 2020. Massa menuntut Presiden Joko Widodo atau Jokowi segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang untuk membatalkan Omnibus Law.
Namun di hari itu, massa tidak hanya melakukan aksi untuk menolak UU Cipta Kerja. Mereka sekaligus memperingati Hari Sumpah Pemuda.
Aksi pada 28 Oktober merupakan yang kesekian kalinya dalam bulan ini. Sejak DPR RI mengesahkan Undang-undang Cipta Kerja pada 5 Oktober lalu, unjuk rasa marak berlangsung di Ibu Kota. Beberapa demonstrasi berakhir dengan kerusuhan dan penangkapan.
Berikut beberapa fakta seputar Aksi 28 Oktober.
1. Kelompok Massa Memilih Tempat Berbeda
Aksi pada 28 Oktober dilakukan oleh berbagai kelompok massa. Lokasi aksi masing-masing kelompok juga berbeda. Gerakan Buruh Bersama Rakyat (GEBRAK) dan Fraksi Rakyat Indonesia memilih untuk membuat mimbar rakyat di kawasan Tugu Proklamasi, Jakarta Pusat. Mereka melalukan orasi politik, puisi, teatrikal, musik dan pembacaan sumpah rakyat.
Sementara itu, massa dari Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) dan Federasi Serikat Pekerja Logam Elektronik Mesin Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP LEM SPSI) memilih area Patung Arjuna Wijaya, Jakarta Pusat untuk berunjuk rasa. Lokasi ini berdekatan dengan Istana Merdeka, tempat Presiden Joko Widodo atau Jokowi berkantor.