TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 20 pembeli apartemen di DKI Jakarta mengajukan judicial review atau pengujian UU Kepailitan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang itu diajukan karena pembangunan apartemen yang dibeli tidak kunjung selesai.
Dalam sidang perdana yang digelar secara online di gedung Mahkamah Konstitusi, kuasa hukum para pemohon Saiful Anam menyebut Pasal 55 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU sering dimanfaatkan debitur atau pengembang yang tidak bertanggung jawab.
Pasal 55 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU itu, "Dengan tetap memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56, Pasal 57, dan Pasal 58, setiap kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan".
Para pembeli apartemen ini merasa dirugikan karena pengembang menggunakan pasal itu jika pembangunan apartemen, perumahan dan rumah susun (rusun) mangkrak.
"Debitur dalam keadaan pailit sehingga mengakibatkan ketidakpastian hukum bagi konsumen atau pembeli apartemen atau rumah susun yang hanya diposisikan sebagai kreditor konkuren yang posisinya tidak didahulukan dari kreditor preferen dan separatis," ujar Saiful Anam di gedung MK, Kamis 5 November 2020.
Ia menyebut penempatan sebagai kreditor konkuren menyebabkan para pembeli apartemen kehilangan haknya berupa pembayaran kepada pengembang.
Hal itu lantaran dalam keadaan pailit, kedudukan kreditor konkuren dalam hal pemberesan harta debitur pailit hanya akan mendapatkan pembagian harta pailit sesuai persentase, bukan sesuai ketentuan kerugian konsumen.
Untuk itu, para pemohon meminta Mahkamah Konstitusi menyatakan Pasal 55 ayat (1) UU Kepailitan dan PKPU bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat apabila tidak dimaknai pembeli sebagai kreditor separatis.
Baca juga:
Para pemohon judicial review di MK ini adalah pembeli Apartemen Antasari 45 yang dipasarkan pengembang PT Prospek Duta Sukses (PDS) sejak 2014. Dalam perjanjian, apartemen akan diserahterimakan pada 2017, tetapi hingga 2020 pembangunan belum selesai.