TEMPO.CO, Jakarta -Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mendorong orang-orang yang menjadi saksi pembakaran halte bus TransJakarta saat demonstrasi 8 Oktober lalu untuk melapor dan memberikan keterangan.
Tujuannya, agar kasus ini bisa terungkap baik terkait motif, alat bukti dan pelakunya.
"Posisi LPSK pada kasus ini, kami berharap saksi bisa dengan aman memberikan keterangan tanpa rasa cemas dan ancaman," ujar Wakil Ketua LPSK, Edwin Partogi secara tertulis, Sabtu, 7 November 2020.
Edwin berujar, LPSK siap memberikan perlindungan bagi para saksi-saksi tersebut. Pihaknya juga mendukung kepolisian untuk mengusut tuntas kasus ini.
Baca juga :
Menurut Edwin, LPSK membuka diri apabila ada saksi pada dugaan kasus pembakaran halte bus TransJakarta yang ingin mengajukan permohonan perlindungan. Ia mengatakan, perlindungan kepada para saksi penting dilakukan agar mereka bisa merasa lebih tenang dalam memberikan keterangan.
Pada 8 Oktober lalu, demonstrasi penolakan Omnibus Law - Undang-Undang Cipta di Jakarta berakhir ricuh. Sejumlah fasilitas umum, termasuk halte dibakar.
Sebelumnya, Tempo telah melakukan penelusuran atas peristiwa perusakan di halte-halte bus Transjakarta dalam unjuk rasa itu. Kami memelototi 13 rekaman CCTV dengan total waktu 9 jam 58 menit untuk menyorot Halte Bundaran Hotel Indonesia, Sarinah, Tosari, dan Harmoni dari enam sudut pandang.
Hasil pemantauan Tempo menghasilkan dua petunjuk. Pertama, kebakaran halte di ruas Jalan Sudirman - Thamrin sebagian berlangsung pada waktu hampir bersamaan, yakni pukul 17.00. Kedua, pelaku pembakaran memiliki ciri-ciri sama, yaitu pemuda 20-an tahun yang mengenakan atasan hitam dan bersarung tangan sebelah. Mahasiswa, sebagai motor utama demonstrasi waktu itu, tidak mengenal orang dengan ciri-ciri tersebut, bahkan sempat berseteru sebelum dibubarkan oleh polisi dengan gas air mata.
M YUSUF MANURUNG