Nikah Siri, meskipun secara agama diperbolehkan, tidak memiliki status legalitas. Jika terjadi sengketa rumah tangga, pihak istri akan rentan dirugikan karena tidak ada bukti sah pernikahan.
Hal lain yang merugikan adalah, anak yang lahir dari pernikahan siri pada Akta Kelahirannya hanya akan ditulis sebagai Anak Seorang Ibu, sehingga anak akan kehilangan hubungan legal dengan ayahnya. Hal ini akan berdampak pada anak yang tidak dapat mengakses hak waris dari ayah.
"Nikah siri adalah bentuk kekerasan terhadap perempuan karena tidak diakuinya hak-hak perempuan dalam perkawinan," ujarnya.
Dalam promosinya, wedding organizer itu juga seakan mempermudah poligami. Menurut dia, poligami adalah bentuk pernikahan yang sangat merugikan perempuan. Karena poligami ini erat kaitannya dengan nikah siri, artinya perempuan yang terlibat dalam poligami, pernikahannnya tidak dicatatkan secara sah secara hukum negara.
Meskipun memperbolehkan poligami, Indonesia memiliki aturan dan syarat yang cukup ketat bagi orang laki-laki untuk melakukan poligami, seperti persetujuan dari istri pertama. Pasal 45 dan 49 Undang-undang Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang menyebutkan praktik kawin kedua dan seterusnya tanpa ada izin istri pertama adalah tindak kekerasan terhadap perempuan dan itu bisa dipidanakan.
"Poligami juga berpotensi menghilangkan hak-hak anak dari hasil Poligami. Pasal ini, bukan delik aduan, tapi delik umum."