TEMPO.CO, Jakarta - Kasus penembakan enam laskar FPI atau Front Pembela Islam masih menjadi polemik. Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan (TP3) enam laskar FPI kukuh menyatakan bahwa penembakan itu merupakan pelanggaran HAM berat.
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Edi Hasibuan meminta agar masalah ini tak digiring ke Pengadilan HAM.
"Ada pihak yang sengaja memaksakan kasus penembakan ini sebagai pelanggaran HAM berat sehingga bisa dihadapkan ke pengadilan HAM," kata Edi dalam keterangan tertulis hari ini, Rabu, 10 Maret 2021.
Menurut dia, permintaan agar kasus penembakan ini dibawa ke pengadilan HAM tak berdasar. Ia menilai ada pihak tertentu yang ingin membangun opini menyesatkan degan potongan gambar yang direkayasa.
Edi mengingatkan bahwa dalam rekomendasinya Komnas HAM tidak menyebutkan ada pelanggaran HAM berat dalam kasus ini. Komnas menyatakan kematian enam laskar FPI itu adalah pelanggaran HAM biasa.
"Kami mengamati kasus penembakan ini tidak memenuhi unsur-unsur pelanggaran HAM berat sebagaimana dinyatakan dalam UU Nomor 26 tahun 2020 tentang Pengadilan HAM," katanya.
Dosen Universitas Bhayangkara Jakarta itu mengatakan pemerintah juga telah menyebutkan bahwa kasus ini tidak memenuhi unsur pelanggaran HAM berat, yakni terstruktur, sistematis, dan masif.
Kemarin, TP3 enam laskar FPI menemui Presiden Joko Widodo. Mereka meminta agar kasus tersebut dibawa ke pengadilan HAM. Menkopolhukam Mahfud MD meminta agar TP3 membawa bukti pendukung pendapat mereka.
"TP3 kan juga sudah diterima oleh Komnas HAM, diminta mana buktinya, secuil saja bahwa ada terstruktur, sistematis dan masif-nya. Ndak ada, tuh. Hanya mengatakan yakin. Nah, kalau yakin saja tidak boleh, karena kita punya keyakinan juga banyak pelakunya ini itu, otaknya itu, dan yang membiayai itu, juga yakin kita, tapi kan tidak ada buktinya," ujar Mahfud.