Jakarta - Pengamat Transportasi dari Institut Studi Transportasi (Instran) Deddy Herlambang meminta penerapan kebijakan
ganjil genap di Ibu Kota ditunda. Menurut dia, Pemerintah DKI lebih baik berfokus pada antisipasi penyebaran Covid-19.
Deddy mengatakan, Pemerintah DKI seharusnya bisa berkaca dari pengalaman pertengahan tahun lalu, kebijakan ini diterapkan dan mengakibatkan
kerumunan di angkatan umum. "Dampaknya juga diikuti dengan naiknya angka kasus Covid-19," kata Deddy.
Kapasitas angkutan umum yang diatur hanya 40-50 persen, menurut dia, tidak akan cukup memfasilitasi seluruh mobilitas masyarakat apabila ganjil genap kembali diterapkan. Menurut Deddy, sekalipun Pemerintah DKi menyiapkan rekayasa
transportasi publik tambahan, tetap tak akan bisa menyelesaikan masalah baru yang akan timbul.
"Kecuali, bila semua lapisan masyarakat sudah mendapatkan vaksin, rekayasa ganjil genap dapat diterapkan lagi."
Berbeda dengan Deddy, Pengamat Tata Kota dan Lingkungan Nirwono Joga menilai justru ganjil genap bisa diterapkan kembali untuk memperketat pembatasan mobilitas masyarakat. Tapi, ia sepakat jika kebijakan ini diterapkan kembali, harus didukung dengan layanan angkutan umum yang memadai, baik armada dan waktu kedatangan dengan protokol kesehatan yang ketat.
Kendati demikian, menurut dia, ganjil genap bisa tidak perlu diterapkan jika beberapa indikator keberhasilan pembatasan kegiatan dan pencegahan penyebaran Covid-19 tercapai. Indikator itu antara lain, kepadatan di tempat umum berkurang, lalu lintas lancar, kualitas udaranya cukup membaik, polusi udara menurun, dan kondisi stress berkurang.
"Kuncinya, kalau PPKM-nya ketat dan berhasil, dan indikator-indikator ini terjadi di lapangan maka ganjil genapnya belum perlu diterapkan."
Pemerintah DKI Jakarta berencana menerapkan kembali kebijakan ganjil genap. Alasannya, volume kendaraan di sejumlah ruas jalan Jakarta meningkat. Salah satunya di Jalan Sudirman-Thamrin yang tercatat menjngkat 11,5 persen.