TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Banten Wahidin Halim mencabut laporan polisi terhadap enam buruh yang menduduki ruang kerjanya saat unjuk rasa Rabu, 22 Desember 2021 lalu.
"Saya ini muslim dan juga santri. Sebelum kalian lahir sudah saya maafkan. Dengan ini laporan saya cabut," kata Wahidin Halim saat menerima para buruh di kediamannya di Kota Tangerang, Selasa, 4 Januari 2022 dikutip Antara.
Wahidin Halim mengatakan, berbeda berpendapat bukan masalah asal disampaikan dengan baik. Pasalnya silaturahmi dikenal menjadi salah satu nilai masyarakat Indonesia.
Ia mengklaim tidak ada pemimpin yang ingin menyakiti rakyatnya sendiri. "Saya tidak sakit hati. Sejak menjadi kepala desa, saya tidak ada masalah dengan warga masyarakat," kata Wahidin.
Wahidin Halim berharap kejadian kemarin menjadi pelajaran bagi semuanya.
Dalam kesempatan itu, Ketua KSPSI Kabupaten Tangerang, Ahmad Supriyadi, mengungkapkan bahwa apa yang terjadi sebagai sebuah perjalanan dan perjuangan para buruh. Ia meminta maaf pula kepada Wahidin mewakili para koleganya.
"Bahwa itu tidak ada maksud untuk merusak, ataupun melecehkan, Bapak Gubernur Wahidin Halim sebagai pemimpin kami," katanya.
Ia mengatakan KSPSI akan menjalin komunikasi dan menyampaikan yang terbaik untuk para buruh.
Adapun kuasa hukum Wahidin Halim, Asep Abdullah Busro, mengungkapkan telah terjadi kesepakatan antara kliennya dengan para buruh. "Kami sebagai kuasa hukum akan berkoordinasi dengan teman-teman Direktur Kriminal Umum Polda Banten dan mengurus secara administratif," katanya.
Hal senada diungkapkan pula oleh kuasa hukum para buruh, Akmani. Pihaknya yakin sejak awal bahwa Wahidin akan menerapkan keadilan restoratif. "Kami harapkan bisa terbangun komunikasi yang baik," katanya.
Sebelumnya, Wahidin Halim melalui kuasa hukumnya melaporkan para buruh yang merangsek ke ruangan kerja dan duduk di meja kerjanya ke Polda Banten. Atas laporan tersebut, enam orang buruh dijadikan tersangka hingga akhirnya sepakat berdamai dan laporan dicabut.
Baca juga: Duduki Kantor Gubernur, Buruh di Banten Dianggap Hina Kekuasaan Negara