TEMPO.CO, Jakarta - Eks pengacara Bharada E, Deolipa Yumara menyurati Presiden Joko Widodo (Jokowi), Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD dan Komnas Perempuan. Isi suratnya berbeda-beda, namun berkaitan dengan penuntasan kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J.
Tiga surat tersebut tertulis tanggal 12 September 2022 dan telah dikirimkan dengan bukti tanda terima hari itu juga. Namun belum ada tanda terima darib surat yang dikirimkan kepada Presiden Jokowi.
“Ini ada tiga surat Deolipa,” ujar Emanuel Herdyanto selaku pengacara dari Deolipa, saat dihubungi, Selasa, 13 September 2022.
Kepada Jokowi, perihal surat yang dikirim adalah pemberitahuan dan permintaan. Untuk Mahfud Md adalah aduan tindakan tidak Pro Justitia Kepala Badan Reserse Kriminal (Kabareskrim) dan Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum), sedangkan kepada Komnas Perempuan berisi keberatan atas tindakan faktual yang dilakukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Surat Deolipa kepada Jokowi berisi 7 poin soal penanganan perkara pembunuhan Brigadir J. Dia mengingatkan bahwa Polri bertanggung jawab langsung pada presiden. Langkah yang salah dilakukan oleh kepolisian bisa menjadi asumsi liar dan mengakibatkan kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap institusi tersebut.
Dia juga menyinggung soal pasal yang menjerat lima tersangka, yaitu Pasal 340, Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang mestinya diikuti dengan penahanan para tersangka sesuai Pasal 21 Ayat 1 dan 4 KUHAP. Namun istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, yang tidak ditahan, dianggap menciderai apa yang dimaksud pasal dalam KUHAP itu.
“Ada lima tersangka yang ditetapkan Polri, yakni Bharada Richard Eliezer, Irjen Ferdy Sambo, Bripka Ricky Rizal, Kuat Ma’ruf, dan Putri Candrawathi,” tulis Deolipa dalam surat yang ditujukan untuk Jokowi.
Deolipa Yumara Minta Jokowi Ambil Langkah Tegas
Deolipa juga menyampaikan sudah mengirimkan surat kepada Kapolri dan Mahfud Md. Eks pengacara Bharada E tersebut meminta Jokowi agar mengambil langkah tegas terhadap penyimpangan yang dilakukan oleh kepolisian dengan menerima pertimbangan dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) agar memberhentikan beberapa pejabat polisi yang berwenang dalam kasus tersebut.
Dalam surat kepada Mahfud MD, Deolipa menyampaikan dugaan ketidakprofesionalan, diskriminasi penerapan hukum, dan ketidaktaatan pada hukum acara pidana, yang dilakukan oleh Kabareskrim dan Dirtipidum. Deolipa mengingatkan ada sejumlah pasal dan aturan yang mesti ditaati dalam penanganan kasus ini.
Pada suratnya untuk Komnas Perempuan, Deolipa menyatakan keberatan dan menganggap ada tindakan melampaui kewenangan. Hal itu terkait pernyataan komisioner Komnas Perempuan yang menyatakan ada dugaan pelecehan seksual terhadap Putri Candrawathi.
Menurut Deolipa, semestinya ibu kandung Brigadir J dan kekasih bintara itu yang perlu diperhatikan sebagai orang dekat korban pembunuhan itu. Dia mengatakan Komnas Perempuan bersikap dan bertindak parsial atau non komprehensif, karena seolah-olah hanya Putri Candrawathi saja perempuan yang terdampak.
“Bahwa merujuk pada kewenangan yang dimiliki maka seharusnya Komnas Perempuan fokus pada perlindungan hak asasi perempuan yang terkait perkara ini, dan tidak mengeluarkan suatu rekomendasi tentang ada tidaknya pelecehan seksual dalam kasus yang sedang dilakukan penyidikan, dan bukan menyatakan hal lain seperti motif dan fakta lain yang masih parsial dan asumtif di luar kewenangannya,” tulis Deolipa Yumara.
Baca juga: Deolipa Yumara Ubah Alamat Pengacara Bharada E yang Sempat Salah dalam Gugatan Perdata