Layanan Transportasi First Mile Belum Berubah
Djoko mengatakan, saat ini layanan transportasi dari tempat tinggal ke stasiun (first mile) di Jabodetabek belum banyak perubahan. Bahkan, cenderung angkutan ke stasiun makin berkurang jumlahnya.
Berdasarkan Survei Badan Litbang Perhubungan pada 2013, ketika ditetapkan tarif KRL Jabodetabek satu harga dan murah, total ongkos transportasi yang dikeluarkan pengguna KRL Jabodetabek masih 32 persen dari pendapatan bulanan. Pada saat itu layanan transportasi dari stasiun ke tempat tujuan (last mile) belum sebaik sekarang. Kini setiap stasiun KRKL yang berada di Jakarta sudah terintegrasi dengan Bus Trans Jakarta dan Jak Lingko.
“Namun belum ada perbaikan yang berarti untuk first mile, baru ada Bus Trans Pakuan di Bogor dan Bus Tayo di Tangerang. Ciptakanlah transportasi umum seperti di Bogor dan Tangerang untuk di Kota Bekasi, Kab. Bekasi, Kota Depok, Kab. Tangerang, Kab. Bogor dan Kota Tangerang Selatan,” kata Djoko.
Menurutnya, masyarakat bisa menikmati ongkos murah naik KRL Jabodetabek, akan tetapi bisa masyarakat harus membayar biaya perjalanan layanan transportasi lebih mahal dari rumah ke stasiun (first mile) dan layanan transportasi dari stasiun ke tempat tujuan (last mile).
Kajian 2018 yang dilakukan Direktorat Jenderal Perkeretaapian mencatat pengguna KRL Jabodetabek di akhir pekan yang bekerja pada Sabtu 5 persen dan Minggu 3 persen. Sisanya bepergian tujuan perjalanan sosial seperti berwisata, kunjungan keluarga, seminar, dan ke pusat perbelanjaan. Pada tahun yang sama juga telah ada usulan mekanisme usulan subsidi tepat sasaran bagi pengguna KRL Jabodetabek.
“Namun, belum ditanggapi dengan serius oleh pemerintah saat itu. Tidak ada salahnya jika sekarang perlu dipertajam lagi kajiannya, sehingga pada saat yang tepat dapat diterapkan setelah dilakukan beberapa sosialisasi ke masyarakat,” kata Djoko.
Sejatinya subsidi transportasi umum diberikan kepada warga yang dalam mobilitas kesehariannya menggunakan transportasi umum untuk bekerja. Ini dapat dibedakan atau tidak tergantung kemauan politik pemerintahnya dan ketersediaan anggaran yang ada.
Pengamat transportasi dari MTI itu mengatakan, layanan transportasi umum Bus Trans Jateng dan Bus Trans Semarang sudah memberlakukan pembedaan tarif untuk kelompok umum, pelajar, mahasiswa, buruh, dan lansia.
“Hingga sekarang cukup lancar dan tidak bermasalah. Malahan, buruh merasa terbantu dengan tarif khusus itu. Dapat mengurangi pengeluaran ongkos transportasi untuk bekerja,” kata Djoko.
Dia juga menyoroti kontrak PSO (public service obligation) untuk KRL Jabodetabek 2022 sebesar Rp 1,8 triliun pada 2022 dan menurun pada 2023, yakni Rp 1,6 triliun. Demikian pula total PSO 2022 sebesar Rp 2,8 triliun, turun di 2023 menjadi Rp 2,5 triliun. Sebanyak 64 persen dari nilai total PSO Perkeretaapian diberikan untuk PSO KRL Jabodetabek.
“Bandingkan dengan subsidi untuk daerah 3 T (Terdepan, Terpencil dan Tertinggal) dan Perbatasan dengan bus perintis se Indonesia cuma mendapat Rp 177 miliar (327 trayek). Sekitar sepersepuluh dari PSO KRL Jabodetabek. Subsidi angkutan perintis penyeberangan di 273 lintas Rp 584 miliar. Angkutan perkotaan di 10 kota hanya Rp 500 miliar,” kata Djoko.
Alokasi Dana Kewajiban Pelayanan Publik (Public Service Obligatian/PSO) 2023 diprioritaskan untuk KRL dan KA Ekonomi Jarak Dekat karena jenis KA itulah yang digunakan sebagian besar warga beraktivitas sehari-hari. Dia berharap semakin banyak warga yang menggunakan kereta yang pada akhirnya mengurangi beban jalan raya.
Baca juga: KAI Sebut Tarif KRL Tak Mengalami Kenaikan Sejak 5 Tahun Terakhir