TEMPO.CO, Jakarta - Pakar Hukum Pidana Universitas Indonesia Chudry Sitompul tidak setuju tuntutan hukuman mati terhadap Inspektur Jenderal Teddy Minahasa Putra berlebihan. Menurutnya perwira tinggi Polri itu bukan produsen, importir, sindikat atau bagian dari sindikat narkotika.
"Kalau bebas saya gak setuju bebas. Ya dia harus dihukum, jangan dihukum hukuman mati. Itu aja yang saya gak setuju," ujar Chudry saat dihubungi, Sabtu, 1 April 2023.
Dia memandang Teddy Minahasa tidak perlu dibebaskan. Fakta persidangan yang terungkap karena terlihat adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan, apalagi Teddy sebagai mantan Kapolda Sumatera Barat.
Hukuman mati juga masih menjadi pro kontra di Indonesia karena berkenaan dengan konsep Hak Asasi Manusia. Walaupun dari pasal yang didakwaan ada ancaman hukuman maksimal pidana mati.
"Kalau dituntut seumur hidup oke. Misalnya dituntut 20 tahun nanti diputus 12 tahun, mungkin efek jeranya gak ada," kata Chudry.
Dia juga menyoroti pembuktian selama pemeriksaan saksi dan terdakwa sebelumnya. Menurut dia ada celah yang bahwa Teddy Minahasa bisa saja dibebaskan.
Itu adalah proses pembuktian berbagai hal, terutama pemeriksaan digital forensik. Persoalan ini juga selalu dikritisi oleh Hotman Paris Hutapea selaku pengacara Teddy, seperti proses digital forensik yang dianggap tidak sesuai prosedur.
Menurutnya, pemeriksaan sesuatu yang memiliki prosedur resmi hukum harus dijalani sepenuhnya. Alasannya tetap harus melihat keadilan bagi seorang terdakwa.
"Karena tidak memenuhi yang dimaksud dengan proses peradilan, tidak adil, tidak memenuhi, tidak ada peraturan yang mendasarinya dan/atau tidak memenuhi seluruh syarat yang diminta oleh peraturan itu," tutur Chudry Sitompul.
Untuk mempersoalkan itu, kata Chudry, tim pengacara Teddy bisa mempersoalkan lagi dalam penyampaian pleidoi. Kemudian tergantung pada upaya pembuktian yang bisa disampaikan nanti.
Pada akhirnya juga tergantung dari keyakinan hakim untuk memberi vonis. Keyakinan itu pun mesti berdasarkan pada bukti yang ada.
"Hakim harus memutuskan berdasarkan keyakinan, tapi keyakinan hakim itu harus didukung minimal dua alat bukti," ujar Chudry.
Perkara ini soal peredaran lima kilogram sabu dari Polres Bukittinggi. Teddy Minahasa diduga memerintahkan untuk menyisihkan kepada eks Kapolres Bukittinggi Ajun Komisaris Besar Polisi Dody Prawiranegara.
Dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum menilai Teddy tidak memiliki hal yang meringankan. Dari delapan poin yang memberatkan, salah satunya dia tidak merasa bersalah atas perbuatannya.
Teddy Minahasa dianggap bersalah sebagaimana dimaksud Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Pilihan Editor: Pakar Hukum Anggap Teddy Minahasa Dituntut Hukuman Mati Sudah Tepat