TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar akan menjalani sidang perdananya di Pengadilan Negeri Jakarta Timur hari ini, Senin, 3 April 2023. Jaksa mendakwanya melakukan pencemaran nama baik Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Kasus ini turut menyeret Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti.
Dalam surat dakwaan terhadap Haris Azhar yang didapat Tempo, jaksa penuntut umum menganggapnya telah mengelabui masyarakat lewat video YouTube berjudul ‘ADA LORD LUHUT DIBALIK RELASI EKONOMI-OPS MILITER INTAN JAYA!!JENDERAL BIN JUGA ADA!! NgeHAMtam’. Video itu diunggah melalui kanal YouTube Haris Azhar pada 20 Agustus 2021.
“Terdakwa Haris Azhar melihat nama saksi Luhut Pandjaitan alias Luhut Binsar Pandjaitan yang memiliki popularitas, sehingga timbul niat terdakwa Haris Azhar untuk mengangkat topik mengenai saksi Luhut Pandjaitan alias Luhut Binsar Pandjaitan menjadi isu utama dalam akun YouTube Haris Azhar dengan tujuan untuk menarik perhatian dan mengelabui masyarakat dengan cara mencemarkan nama baik saksi Luhut Pandjaitan alias Luhut Binsar Pandjaitan,” tulis surat dakwaan tersebut, dikutip pada Ahad, 2 April 2023.
Video tersebut berdurasi 26 menit 51 detik, yang mana pada menit 14:23 sampai 14:33 ada percakapan Haris dan Fatia yang menyebut nama Luhut. Awalnya Fatia menyebut perusahaan Toba Sejahtera Group yang sahamnya dimiliki pensiunan jenderal TNI Angkatan Darat tersebut.
Kemudian Fatia mengatakan Luhut terlibat dalam usaha tambang di Papua.
“Jadi Luhut bisa dibilang bermain di dalam pertambangan-pertambangan yang terjadi di Papua hari ini,” kata Fatia, sedangkan Haris hanya mengiyakan.
Selanjutnya pada menit 18.00 hingga 21.00 ada ucapan Fatia yang dianggap menyebut Luhut sebagai penjahat. Dalam dialog panjang yang dikutip dalam surat dakwaan, Haris memaparkan adanya dugaan keterlibatan para pensiunan aparat yang ikut ambil keuntungan dari eksploitasi gunung emas di Papua.
Lalu ada dialog lanjutan yang kemudian disusul tawa antara mereka, Fatia pun menyahut, “Jadi penjahat juga kita.”
Pembahasan kedua aktivis Hak Asasi Manusia itu berdasarkan pada laporan berjudul ‘Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua: Kasus Intan Jaya’. Kajian cepat itu dikerjakan oleh Koalisi Bersihkan Indonesia soal praktik bisnis di Blok Wabu, Papua.
Narasumber yang dipilih selain Fatia Maulidiyanti adalah Owi. Tim produksi yang terlibat adalah Khairu Sahri alias Heru sebagai kameramen dan Agus Dwi Prasetyo selaku produser.
Dari video tersebut, Haris dan Fatia dianggap hanya membuat pernyataan sepihak. “Karena terdakwa Haris Azhar dan Saksi Fatiah Maulidiyanty tidak pernah melakukan konfirmasi atau mengkaji ulang (cross check) kebenaran informasi dari kajian cepat tersebut kepada saksi Luhut Pandjaitan alias Luhut Binsar Pandjaitan sebelum melakukan perekaman video,” tulis dalam surat dakwaan.
Luhut pun mengetahui video tersebut dan melakukan dua kali somasi kepada Haris dan Fatiah untuk meminta maaf. Kemudian Haris mengundang Luhut berdasarkan surat tanggal 10 September 2021, tetapi ditolak.
Akhirnya mereka berdua dilaporkan ke Polda Metro Jaya pada 22 September 2021. Kasus ini berbulan-bulan ditangani oleh Direktorat Reserse Kriminal Khusus.
Jaksa mendakwa Haris Azhar dengan Pasal 27 ayat (3) juncto Pasal 45 ayat (3) UU ITE tentang pencemaran nama baik juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Dakwaan kedua diancam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Ketiga, Pasal 310 ayat (1) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pilihan Editor: Koalisi Masyarakat Sipil Sebut Fatia dan Haris Azhar Korban Judicial Harassment