TEMPO.CO, Jakarta - Ketiga anggota TNI pembunuh Imam Masykur diperiksa sebagai terdakwa di Pengadilan Militer II-08, Cakung, Jakarta Timur, Senin, 20 November 2023. Hakim Ketua Kolonel Chk Rudy Dwi Prakamto meminta penasihat hukum agar tidak berandai-andai dalam melihat peristiwa.
Penasihat hukum dalam kesempatannya berpendapat bahwa pembunuhan terhadap Imam Masykur oleh ketiga terdakwa bukanlah pembunuhan yang direncanakan. Sebab, katanya, dari jawaban yang diberikan terdakwa, korban lain bernama Khaidar justru dilepaskan begitu saja.
"(Terdakwa) juga tidak tahu kalau korban itu misal punya sakit jantung atau apa," ujar salah satu penasihat hukum, Senin, 20 November 2023.
Mendengar argumentasi itu, Hakim Ketua Kolonel Chk Rudy Dwi langsung mengingatkan. "Yang kita adili ini delik materil, peristiwanya sudah terjadi. Korbannya ada, beda kalau ini delik formil," katanya.
Ia mengatakan, bahwa tujuan persidangan ini adalah mencari tahu penyebab dan dua alat bukti yang sah. Rudy meminta agar penasihat hukum tidak berandai-andai dalam menyatakan pendapatnya.
"Kalau enggak niat membunuh, kalian bawa ke rumah sakit. Itu sinkron dengan perbuatannya," ujarnya. Rudy juga bertanya kepada ketiga terdakwa itu.
"Kalian punya hak ambil anak orang, dibawa ke dalam mobil? Apa itu namanya?" tanya Rudy. Menurut dia, perbuatan itu jelas penculikan. Begitu juga dengan penganiayaan yang membuat Imam Masykur meninggal dunia dan jasadnya dibuang ke sungai.
"Kalian buang mayatnya ke sungai biar enggak ketahuan kan. Itu namanya pembunuhan berencana," ujarnya.
Pernyataan itu juga ditegaskan oleh Oditur Militer UJ Supena. Ia mengatakan bahwa terdakwa didapati mengancam ibu Imam Masykur agar memberikan uang tebusan Rp 50 juta, jika tidak Imam akan dibunuh dan dibuang ke sungai.
"Sekarang saya tanya, ancaman itu terealisasi tidak? Terealisasi. Itu pembunuhan berencana," kata Supena.
Sementara itu, ketika ditanya kembali oleh Hakim Ketua mengapa para terdakwa disidang hari ini, terdakwa anggota Paspampres Praka Riswandi Manik mengatakan karena kasus penganiayaan, bukan pembunuhan. Sedang dua terdakwa lain, anggota Direktorat Topografi TNI AD Praka Heri Sandi dan anggota Kodam Iskandar Muda Praka Jasmowir mengakui perbuatannya terhadap Imam Masykur adalah pembunuhan.
Pengadilan Militer II-08, Cakung, Jakarta Timur telah memanggil total 14 saksi. Dua di antaranya disebut sebagai saksi kunci, yakni Khaidar, korban penculikan dan penganiayaan yang selamat, serta Zulhadi Satria Saputra, kakak ipar anggota Paspampres yang terlibat dalam penculikan Imam Masykur.
Ibu Imam Masykur, Fauziah beserta adik dan sepupunya juga dihadirkan dalam persidangan sebagai saksi. Serta anggota Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya.
Imam Masykur diculik di toko kosmetiknya kawasan Ciputat, Tangerang Selatan pada Sabtu, 12 Agustus 2023 sekitar pukul 17.00. Dia berjualan kosmetik di sebuah rumah toko atau ruko di Jalan Sandratek, Kelurahan Rempoa, Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangsel. Imam dibunuh di hari yang sama ketika ia diculik.
Dalam kasus ini, ketiga anggota TNI ini menghadapi dakwaan primer pasal 340 KUHP juncto pasal 55 (1) ke-1 KUHP dengan ancaman pidana mati atau seumur hidup atau penjara paling lama 20 tahun. Dasar dakwaan ini karena mereka diduga secara bersama-sama melakukan pembunuhan berencana.
Selain itu, ketiganya juga didakwa Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 (1) ke-1 KUHP. Mereka terancam pidana 15 tahun penjara karena diduga bersama-sama melakukan pembunuhan.
Dakwaan terakhir untuk anggota Paspampres dan 2 anggota TNI itu adalah Pasal 351 ayat (3) KUHP juncto Pasal 55 (1) ke-1 KUHP, ancaman pidana maksimal tujuh tahun penjara, karena diduga bersama-sama melakukan penganiayaan yang mengakibatkan kematian.
Pilihan Editor: Dicecar Hakim, Anggota TNI Penculik dan Pembunuh Imam Masykur Menangis