TEMPO.CO, Jakarta - Laporan baru yang mengadukan Firli Bahuri kembali masuk ke Polda Metro Jaya. Terkini adalah karena Firli membawa dokumen rahasia Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kasus operasi tangkap tangan Pejabat Direktorat Jenderal Perkereta-apian Kementerian Perhubungan ke sidang praperadilan.
Laporan itu dilayangkan oleh Ketua Lembaga Transparansi Anggaran dan Anti Korupsi Indonesia atau Lemtaki Edy Susilo. Laporan itu teregistrasi di LP/B/7588/XII/2023/SPKT/POLDA METRO JAYA dengan terlapor Firli Bahuri dan Ian Iskandar dkk (pengacara Firli). “Kami membuat LP ke Polda Metro Jaya pada Senin, 18 Desember sore kemarin,” kata Edy saat dihubungi hari ini, Selasa 19 Desember 2023.
Menurut Edy, dokumen itu merupakan rahasia negara, sedangkan sidang praperadilan terbuka untuk umum. Dalam pengaduannya, Edy meminta penyidik Polda Metro memeriksa orang yang menggunakan dokumen tersebut. "Ada indikasi menyalahi ketentuan perundangan dan penyalagunaan kewenangan atau jabatan,” ujarnya.
Padahal, Edy menambahkan, status Firli Bahuri saat ini adalah tersangka pemerasan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dan jabatannya sebagai Ketua KPK sudah non aktif. Itu membuat terbit curiga tambahan bahwa selama ini dokumen-dokumen kasus KPK lain dipakai Firli untuk kepentingannya.
“Termasuk orang yang memberikan akses pemberian dokumen tersebut digunakan di luar lembaga, perlu diperiksa,” ucapnya. Karena dokumen DKJA itu merupakan dokumen internal KPK, Lemtaki mempertanyakan apakah dengan status Firli saat ini, dia berhak membawa dokumen itu ke luar dari Gedung Merah Putih. “Kapasitas Firli sendiri dalam praperadilan itu adalah personal bukan atas nama lembaga,” tuturnya.
Dokumen yang dibawa kuasa hukum Firli dalam sidang praperadilan itu juga dinilai Lemtaki tidak ada kaitannya dengan kasus yang menjeratnya. Lantaran kasus Firli merupakan dugaan pemerasan Syahrul Yasin Limpo dalam penyidikan korupsi di Kementerian Pertanian.
Edy mengatakan, dokumen DKJA merupakan dokumen asli penyelidikan dan penyidikan KPK. Dengan membukanya di sidang praperadilan, Firli dianggap telah melanggar Pasal 54 Undang-Undang No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik juncto Pasal 322 KUHP. Ancamannya, pidana paling lama 2 tahun.
Dia menduga dokumen yang dibawa itu dipakai untuk menekan Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Karyoto lantaran dihubungkan dengan pengusaha asal Yogyakarta Muhammad Suryo dalam kasus lelang proyek kereta api di DJKA. “Dokumen itu tidak boleh mempengaruhi proses hukum dugaan pemerasan Firli terhadap SYL,” ujarnya.
Pilihan Editor: Bawaslu Jakarta Pusat Berencana Panggil Gibran Usai Debat Cawapres Nanti