TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum warga eks Kampung Bayam, Muhammad Taufiq menyampaikan bahwa laporan PT Jakarta Propertindo atau Jakpro terhadap kliennya telah melanggar Hak Asasi Manusia.
“Ini tragedi kemanusian terhadap eks warga kampung bayam, karena (Pemerintah Provinsi atau Pemprov DKI Jakarta) tidak segera menyerahkan hunian rumah susun kampung bayam kepada pengguna yang berhak,” ucapnya saat dihubungi TEMPO pada Jumat, 12 Januari 2024.
Taufiq mengatakan pemerintah tak perlu jauh-jauh menengok fenomena seperti yang sedang terjadi di Palestina atau Rohingya, sebab hal itu terjadi dalam lingkup terdekat seperti ibu Kota Jakarta. Sehingga Taufiq melaporkan perkara tersebut kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM.
Sebelumnya, Jakpro melaporkan sejumlah warga eks Kampung Bayam yang tergabung dalam Kelompok Petani Kampung Bayam Madani (KPKBM) ke Polres Jakarta Utara. Ketua KPKBM Furkon beserta anggotanya Junaedi Abdullah, Komar, dan Sudir diduga masuk dan tinggal tanpa izin di rumah susun (rusun) KSB. Dasar aturannya ada pada Pasal 170, Pasal 406, dan Pasal 167 KUHP, yakni melakukan kekerasan terhadap barang, pengrusakan, dan memasuki pekarangan milik orang lain tanpa izin yang berhak.
Namun, Taufiq menjelaskan bahwa warga sudah lama tidak mendapat kepastian mengenai kapan mereka bisa tinggal di Kampung Susun Bayam. Upaya berdialog dengan Pemprov DKI juga sudah dilakukan tapi tidak digubris. Padahal menurut pengakuan warga mereka dijanjikan Jakpro bisa tinggal di unit itu sejak 1 Januari 2023.
Karena tak ada respon dari permintaan dialog, mereka pun menggalr aksi sejak 18 Maret 2023 untuk tinggal di selasar bangunan, lantai 1 KBS. Hingga, 29 November 2023 warga mulai membuka paksa unit masing-masing Rusun KBS untuk ditinggali secara serentak. Mereka masuk tanpa izin, sehingga tak mendapat fasilitas listrik dan air. Hingga akhirnya mereka dilaporkan ke polisi.
Taufiq menyebut ada upaya kriminalisasi atas laporan tersebut. Pasalnya, pada Senin, 8 Januari 2024 masing-masing pelapor dan terlapor melakukan mediasi. Warga KPKBM diwakili oleh Furkon sedangkan Jakpro diwakili oleh Hikmat Hayat.
Baru sehari mediasi, esoknya polisi justru memberikan Surat Panggilan dan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) kepada Junaedi Abdullah, Sudir, dan Komar. Menurut Taufiq hal itu tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 109 ayat (1) KUHAP, di mana SPDP tidak bisa diberikan secara bersamaan dengan surat panggilan. “Ini jelas bahwa kepolisian telah berjalan tanpa koridor hukum yang jelas,” ucap Taufiq.
Ia mengatakan seharusnya polisi mengirimkan SPDP lebih dulu kepada kliennya, lalu mengirimkan panggilan. Urutan itu dirasa Taufiq tidak benar, apalagi kliennya baru saja melakukan mediasi. Oleh karena itu, Taufiq meminta Komnas HAM ikut melakukan upaya perlindungan, pendampingan, pengawasan, dan penindakan atas peristiwa yang dialami oleh warga eks Kampung Bayam.
Pilihan Editor: Setelah Dipolisikan, Warga Kampung Bayam Lapor KPAI: Anak-anak Kami Merasa Diteror