Kejanggalan itulah yang seharusnya disampaikan pemerintah kepada publik. Mahfud menilai masyarakat memiliki hak untuk merasa tenteram dan aman. Sementara, pemerintah belum bisa menjelaskannya ke publik. “Kalau Kejaksaan Agung saja kena, apalagi yang bukan Kejaksaan Agung,” kata Mahfud.
Mahfud menyimpulkan bahwa peristiwa ini termasuk pelanggaran disiplin yang sangat berat. Setidaknya, jika di tingkat Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) belum bisa menyampaikan, maka Presiden dapat memberi penjelasan.
Pada akhir Mei lalu, Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri Inspektur Jenderal Sandi Nugroho menyatakan peristiwa penguntitan Jampidsus itu bukan masalah. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin telah membahas masalah tersebut.
Sandi menyatakan, setelah pertemuan itu, baik Kapolri maupun Jaksa Agung menyampaikan tidak ada persoalan antarinstansi. "Itu menjadi kunci jawaban dari kita semua, jadi kita tidak harus berpersepsi lain-lainnya. Kecuali kalau memang ada hal lainnya yang berkembang, baru kita lihat akan seperti apa," ujar Sandi dalam konferensi pers di Mabes Polri, Kamis, 30 Mei 2024.
Sebelumnya, Sandi mengakui anggota Densus 88 bernama Iqbal Mustofa tertangkap saat menguntit Jampidsus Febrie Adriansyah di sebuah restoran Prancis di kawasan Cipete, Jakarta Selatan, pada Ahad, 19 Mei 2024. Iqbal ditangkap oleh Polisi Militer yang mengawal Febrie, dan dibawa pengawal Kejaksaan Agung untuk dimintai keterangan.
Sandi Nugroho menuturkan, Iqbal Mustofa langsung dijemput oleh personel Biro Pengamanan Internal (Paminal) dari Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri. Selanjutnya anggota Densus 88 itu menjalani pemeriksaan atas tindakannya menguntit Jampidsus Febrie Adriansyah. Sandi menyebut hasil pemeriksaan Iqbal tidak ada yang dipersoalkan.
M. FAIZ ZAKI
Pilihan Editor: Top 3 Hukum: Densus 88 Ternyata Bangun `Posko Cipete` untuk Intai Jampidsus, Ini Kelompok yang Diduga di Balik Penguntitan