TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Pelindungan Warga Negara Indonesia Judha Nugraha mengatakan awal mula Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Osaka mengetahui posisi Revi Cahya Windi Sulihatun karena mendapat surat dari dari Kejaksaan Distrik Osaka. "12 Juni 2024, KJRI Osaka mendapat surat tertulis dari Kejaksaan Distrik Osaka," ujar dia, Kamis, 20 Juni kepada Tempo.
Di surat tersebut tertulis bahwa otoritas Jepang telah menahan seorang Warga Negara Indonesia (WNI) atas nama Revi Cahya Windi Sulihatun. Penahanan itu dilakukan pada 10 Juni 2024 di Bandara Internasional Kansai Osaka.
Sebelumnya, KJRI Osaka dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) telah memonitor hilangnya WNI atas nama Revi Cahya Windi Sulihatun. Informasi hilanganya Revi setelah melewati imigrasi Osaka diumumkan oleh akun facebook Lidya Permata Sari Lahagu di grup Backpacker International.
Akun tersebut mengaku sebagai kakak dari Revi. Ia mengabarkan Revi terbang dari Bandara Internasional Kuala Lumpur Senin, 10 Juni 2024 pukul 01:55 dan mendarat di Bandara Internasional Kansai Osaka pada 09:35. Namun, setelah melalui pemeriksaan imigrasi, Revi diklaim tidak bisa dihubungi. Menurut Judha, akun itu bukan saudara Revi.
Dugaan terkait Tenaga Kerja Wanita (TKW) ilegal ini sempat berhembus, namun Judha dalam keterangan sebelumnya mengaku masih perlu mendalaminya. Meski dari informasi keluarga yang ia dapat dibenarkan bahwa Revi datang ke Osaka untuk tujuan bekerja. Judha mengatakan penyelidikan terhadap Revi akan memakan waktu sekitar satu bulan atau lebih.
Sementara, jika melihat dari data yang diinformasikan Lidya, Revi mengunjungi Osaka dengan visa kunjungan jangka pendek yakni 15 hari, dengan tanggal keluar dari negara itu pada 25 Juni 2024. Judha kembali memastikan kondsi Revi sehat dan mendapat perlakukan baik dari otoritas setempat. Informasi terbaru ini didapat setelah KJRI Osaka bertemu dengan Revi pada 19 Juni. Pertemuan itu difasilitasi oleh otoritas setempat. Keluarga Revi telah mendapat informasi soal keberadaan dan kondisi Revi sejak 14 Juni 2024.
Pilihan Editor: Alexander Marwata Diduga Minta Bantuan Program SYL di Kampung Halamannya di Klaten