TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Denpasar, Bali memvonis bebas terdakwa I Nyoman Sukena, 38 tahun, warga Desa Bongkasa Pertiwi, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Bali yang memelihara Landak Jawa (Hysterix Javanica).
Majelis Hakim pimpinan Ida Bagus Bamadewa Patiputra dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Denpasar, Kamis, 19 September 2024 menyatakan terdakwa Nyoman Sukena tidak terbukti secara sah dan meyakinkan dengan sengaja melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dakwaan Penuntut Umum.
"Menyatakan terdakwa I Nyoman Sukena tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam dakwaan tunggal Penuntut Umum," kata majelis hakim.
I Nyoman Sukena warga Desa Bongkasa Pertiwi, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Bali, yang memelihara Landak Jawa (Hysterix Javanica) akhirnya bisa bernapas lega pasca Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Bali menuntut bebas dalam sidang agenda pembacaan tuntutan di Pengadilan Negeri Denpasar, Bali, Jumat, 13 September 2024.
Tim Jaksa Penuntut Umum Kejati Bali Gede Gatot Hariawan, Dewa Gede Ari Kusumajaya dan Isa Uli Nuha menyatakan Nyoman Sukena tidak memiliki niat jahat atau mens rea untuk melanggar Pasal 21 ayat 2 a juncto Pasal 40 ayat 2 UU Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDA-HE).
"Menuntut agar Majelis Hakim menyatakan terdakwa I Nyoman Sukena tidak terbukti secara sah dan meyakinkan memiliki niat jahat atau mens area untuk memiliki dan memelihara satwa yang dilindungi berupa empat landak jawa," kata Jaksa Gatot Hariawan.
Selain itu, di hadapan Majelis Hakim pimpinan Ida Bagus Bamadewa Patiputra dan kawan-kawan, Jaksa meminta agar terdakwa dibebaskan dari tahanan.
Kronologi Kasus Landak Jawa
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat atau Kabid Humas Polda Bali, Komisaris Besar (Kombes) Jansen Avitus Panjaitan menjelaskan kronologi kejadian. Ia menyebut, Polda Bali mulanya mendapatkan laporan dari masyarakat tentang warga yang memelihara satwa liar. Menindak lanjuti laporan tersebut, pada Senin, 4 Maret 2024 sekitar pukul 11.00 waktu setempat, Unit 1 Subdit IV Ditreskrimsus Polda Bali memeriksa sebuah rumah yang diduga menyimpan, memiliki, dan memelihara satwa liar landak Jawa yang dilindungi negara.
Rumah tersebut milik Sukena yang berada di Desa Bongkasa Pertiwi Abiansemal, Badung, Bali. Dalam pemeriksaan itu, polisi menemukan barang bukti empat ekor landak Jawa.
Pada Selasa, 5 Maret 2024 dilakukan gelar perkara. Hasilnya, status perkara naik dari proses penyelidikan ke penyidikan. Barang bukti landak itu lalu disita berdasarkan surat perintah penyitaan nomor SP. Sita/S-18/13/III/2024/DITKRIMSUS/POLDA BALI berwarkat 5 Maret 2024, serta penetapan pengadilan Nomor 355/Pen.Pid/2024/PN Dps per 19 Maret 2024. Pada 5 Maret, juga langsung dibuatkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) kepada Kejaksaan Tinggi Bali dengan tembusan pelapor dan terlapor.
Pada Kamis, 21 Maret 2024 dilaksanakan proses gelar perkara terhadap terlapor. Status Sukena pun naik dari saksi menjadi tersangka dengan surat penetapan tersangka nomor S. Tap/S-4/18/III/2024/DITKRIMSUS/POLDA BALI berwarkat 21 Maret 2024 dan surat pemberitahuan penetapan tersangka kepada Kejaksaan Tinggi Bali dengan tembusan pelapor dan tersangka.
Polda Bali lantas mengirimkan surat panggilan kepada Sukena. Lalu polisi membuat berita acara pemeriksaan Sukena pada Selasa, 26 Maret 2024. Kemudian pada Kamis, 20 Juni 2024 kepolisian mengirim berkas perkara (Tahap I) kepada Kejaksaan Tinggi Bali. Pada 27 Juni 2024, kejaksaan menyatakan berkas tersebut telah lengkap atau P-21.
Pada Senin, 12 Agustus 2024 dilakukan pelimpahan tersangka dan barang bukti (Tahap II) kepada Kejaksaan Tinggi Bali. Saat ini, tutur Jansen, kasus tersebut sedang berproses di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar. Sukena didakwa melanggar Pasal 21 ayat (2) huruf a Jo pasal 40 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
"Terkait kasus ini, kepolisian sudah melakukan tindakan sesuai prosedur hukum yang berlaku," ujar Jansen.
Menurut dia, pihaknya telah berkoordinasi dengan jaksa penuntut umum dan pihak terkait lain. Sebab, Sukena terbukti memelihara hewan liar yang jelas-jelas dilindungi undang-undang, serta tidak memiliki ijin. "Masyarakat yang dengan alasan etiket baik untuk memelihara kategori hewan dilindungi, harus sesuai prosedur dan wajib memiliki ijin dari instansi terkait, yaitu BKSDA (Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam)," kata Jansen.
Pada 5 September 2024, berdasarkan fakta persidangan, dengan agenda pemeriksaan saksi, terungkap bahwa landak tersebut awalnya milik mertua Sukena yang ditangkap karena merusak tanaman. Landak itu awalnya hanya dua ekor, setelah dipelihara Sukena bertambah dua ekor.
Sukena juga mengaku tidak mengetahui bahwa landak yang dipelihara merupakan satwa yang dilindungi. Dalam perkembangannya, majelis hakim PN Denpasar menangguhkan penahanan Sukena. Statusnya beralih dari tahanan rutan menjadi tahanan rumah sejak 12-21 September 2024. Ia pun wajib lapor dua kali seminggu.
Lebih lanjut pada sidang, 13 September 2024, jaksa penuntut umum menuntut agar Nyoman Sukena dibebaskan. Jaksa menilai Sukena tidak terbukti berniat memperjualbelikan atau membunuh landak Jawa.
NI KADEK TRISNA CINTYA DEWI |AMELIA RAHIMA SARI
Pilihan Editor: ICJR Apresiasi Jaksa Tuntut Bebas Nyoman Sukena, Kasus Landak Jawa Harapkan Jaksa Berlaku Sama pada Kasus Serupa