TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kepolisian Daerah Sumatra Barat atau Kapolda Sumbar Irjen Suharyono mengatakan akan bertanggung jawab apabila anggotanya terlibat dalam kasus tewasnya Afif Maulana (AM). Bocah berumur 13 tahun itu ditemukan tak bernyawa di bawah Jembatan Kuranji, Padang. Ia diduga tewas karena dianiaya anggota Samapta Bhayangkara yang bertugas melerai tawuran pada Ahad 9 Juni 2024.
“Saya sebagai Kapolda Sumbar akan bertanggung jawab, jika memang ada anggota yang terlibat dalam penyimpangan ini,” kata Irjen Suharyono pada Ahad, 23 Juni 2024.
AM adalah warga Kecamatan Lubuk Kilangan. Dia ditemukan oleh salah seorang pegawai cafe di sungai Jembatan Kuranji, Kota Padang. Lantas seperti apa seluk-beluk tewasnya Afit Maulana hingga anggota Polda Sumbar disebut terlibat ini?
1. Kronologi kejadian
Wakil Kepala Kepolisian Resor Kota Padang, AKBP Rully Indra Wijayanto mengatakan kasus ini bermula dari penemuan jasad anak-anak oleh seorang warga saat akan membuang sampah di bawah Jembatan Kuranji. Warga tersebut kemudian melaporkan temuan mayat bocah tersebut ke Polsek Kuranji. Setelah pengecekan di tempat kejadian perkara atau TKP, kemudian diketahui mayat tersebut adalah AM.
“Ini bermula dari laporan pengaduan masyarakat yang pada saat itu akan membuang sampah di bawah jembatan Kuranji,” tutur Rully dalam keterangan pers yang diunggah di Instagram Polresta Padang pada Sabtu, 22 Juni 2024.
2. Kata pihak kepolisian
Dari hasil penyelidikan yang dilakukan, Afif Mualana ikut dalam rombongan konvoi pada Ahad dini hari. Rombongan tersebut melintasi Jembatan Kuranji dan terlihat membawa berbagai macam senjata tajam atau sajam. Tim Samapta Polda Sumbar—yang diturunkan khusus untuk mencegah dan mengantisipasi aksi tawuran yang marak terjadi tiap malam Ahad— kemudian mengamankan rombongan konvoi tersebut.
Tim Samapta Bhayangkara Polda Sumbar lantas mengamankan 18 orang ke Polsek Kuranji, satu di antaranya masih ditahan sedangkan lainnya dipulangkan. Namun, kata Rully, tidak ada nama AM yang ikut diamankan. Rully menuturkan pihaknya telah memperoleh kesaksian dari Adit yang membonceng Afif pada saat kejadian. Adit mengatakan kepada polisi, pada saat pengamanan oleh petugas sempat tercetus kalimat dari korban mengajak saksi untuk melompat ke bawah Jembatan Kuranji. Namun, ajakan tersebut ditolak dan saksi lebih memilih menyerahkan diri.
3. Afit Maulana tewas diduga karena disiksa polisi
Sementara itu, Direktur Lembaga Bantuan Hukum atau LBH Padang, Indira Suryani menduga, berdasarkan investigasi pihaknya, AM karena disiksa polisi. Hasil investigasi tersebut kemudian diunggah di media sosial Instagram, @lbh_padang dan menjadi viral. Indira menjelaskan investigasi dilakukan dengan cara bertanya kepada saksi kunci yang merupakan teman korban. Teman korban ini terakhir kali melihat Afif di Jembatan Kuranji pada 9 Juni 2024.
“Teman korban berinisial A itu bercerita, jika pada malam kejadian korban berboncengan dengannya di Jembatan Aliran Batang Kuranji, “ ujar Indira, pada Kamis, 20 Juni 2024.
Kemudian, korban AM dan A yang sedang mengendarai motor dihampiri polisi yang sedang melakukan patroli. Tiba-tiba kendaraan korban ditendang oleh polisi dan AM terlempar ke pinggir jalan. Ketika itu, kata A kepada LBH Padang, jaraknya sekitar 2 meter dari AM. Lalu, A diamankan oleh polisi ke Polsek Kuranji. A sempat melihat korban AM dikerumuni oleh polisi, tapi kemudian mereka terpisah.
“Saat ditangkap polisi, korban A melihat korban AM sempat berdiri dan dikelilingi oleh anggota kepolisian yang memegang rotan,” ujarnya.
Kemudian, sekitar pukul 11.55 pada 9 Juni 2024, AM ditemukan meninggal dunia dengan luka lebam di bagian pinggang, punggung, pergelangan tangan, dan siku. Sementara itu, pipi kiri membiru dan luka yang mengeluarkan darah di bagian kepala. Kemudian jenazah korban dilakukan autopsi dan keluarga korban menerima copy sertifikat kematian Nomor: SK / 34 / VI / 2024 / Rumkit dari Rumah Sakit Bhayangkara Polda Sumbar.
“Keluarga korban sempat diberitahu oleh polisi, AM meninggal akibat tulang rusuk patah 6 buah dan robek di bagian paru-paru,” kata Indira.
4. LBH Padang juga ungkap ada korban penyiksaan lainnya
Selain A dan AM, LBH Padang menemukan ada tujuh korban, dan lima di antaranya masih di bawah umur. Korban ini mendapatkan penyiksaan dari pihak kepolisian. Pengakuan mereka, kata Indira, ada yang disetrum, ada perutnya disulur rokok, kepalanya memar, lalu ada bolong di bagian pinggangnya. Bahkan ada korban yang dipaksa berciuman sesama jenis.
“Selain penyiksaan juga terdapat kekerasan seksual. Kami cukup kaget mendegar keterangan korban, tidak hanya fisik tetapi juga melakukan kekerasan seksual,” ujar dia.
Selanjutnya: Kapolda Suara membantah anggotanya terlibat kematian Afit