TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel Capim KPK) 2015 Natalia Soebagjo mengkritisi cara kerja pansel KPK periode saat ini. Menurut dia pansel periode sekarang tidak independen.
Dia juga menyampaikan 20 nama yang terpilih dan lolos ke tahap wawancara mayoritas memiliki rekam jejak yang buruk. Natalia merasa pansel capim KPK saat ini juga tidak ada nilai dan rujukan dalam memilih calon pimpinan lembaga antirasuah.
“Dari nama-nama yang muncul, nampaknya soal integritas tidak menjadi nomor satu dalam pertimbangan pansel. Itu yang saya rada kecewa,” ucap dia secara daring dalam diskusi ‘Darurat Demokrasi: KPK dalam Cengkeraman?’ di Jakarta Pusat, Rabu, 11 September 2024.
Natalia juga berpendapat panitia seleksi sekarang cenderung mengambil jalan aman dengan memilih berdasarkan keterwakilan lembaga. Meski dari keterwakilan lembaga itu banyak nama yang memiliki catatan khusus seperti pernah melanggar etik dan terlibat dalam konfik kepentingan.
“Kalau mereka ngotot keterwakilan, pilihannya menjadi terbatas. Jadi, menurut saya mereka wajib mementingkan integrity, mementingan keberanian untuk berpikir mandiri. Itu harus dimiliki pansel,” tegasnya.
Secara kelembagaan, Natalia menyebut ia tidak bisa berharap banyak pada KPK. Apalagi setelah KPK dilemahkan melalui revisi Undang-Undang KPK beberapa waktu lalu.
“Tapi, saya masih menaruh harapan pada pansel apabila mereka terbuka terhadap masukan-masukan dari masyarakat, mereka reach out ke masyarakat di titik krusial ini,” tandasnya.
Terpisah, IM57+ Institute sebagai salah satu lembaga antikorupsi yang mengirimkan empat anggotanya untuk mendaftar pada seleksi capim KPK tidak ada yang lolos. Menanggapi hal tersebut, Ketua IM57+ Institute M Praswad Nugraha mengaku bahwa pihaknya sejak awal tak percaya dengan kerja pansel dalam menyeleksi capim dan calon dewas KPK.
“Kami dari IM57 insitute sudah menyampaikan mosi tidak percaya. Sejak pansel terbentuk, kami tidak pernah audiensi dengan pansel. Saya tahu, pansel ini memang sudah di-remote. Kalau kata Pak Abraham Samad, diremote oleh istana,” kata Praswad.
Bahkan, Praswad menganggap pansel KPK itu tidak hanya di-remote, tetapi memang disengaja untuk menjadi sekadar ‘panitia’ seleksi. Praswad berpendapat tidak ada independensi sama sekali dalam struktur pansel kali ini.
“Itu yang terkadang kita lupa, panitia seleksi pimpinan KPK itu hanya panitia. Mereka tidak memilih. Yang memilih (capim KPK) sekaligus struktur pansel itu menurut UU 30/2022 itu, ya, presiden. Dalam hal ini Presiden Joko Widodo,” ucapnya.
Sejak awal, Praswad menduga presiden membentuk pansel untuk mengkomodir kepentingan pribadinya, yakni memilih calon pimpinan KPK dan calon Dewas KPK sesuai keinginannya.
Pilihan Editor: Daftar 20 Capim KPK yang Lolos Tes Profile Assessment, Didominasi Aparat Penegak Hukum