TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Filipina mendeportasi 69 Warga Negara Indonesia (WNI) yang terlibat judi online dan cyber scamming.
Direktur Perlindungan WNI (PWNI) dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri RI Judha Nugraha mengatakan dari 69 WNI, dua orang ditetapkan sebagai tersangka oleh otoritas Filipina. “Empat (menjadi) saksi dan sisanya operator online scam,” katanya dalam keterangan yang diterima Tempo pada Jumat, 25 Oktober 2024.
Deportasi puluhan WNI ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama sebanyak 35 orang dan tahap kedua 32 orang.
Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Inspektur Jenderal Krishna Murti mengatakan saat ini yang terpenting adalah menemukan pelaku utamanya.
"Yang harus kami cari tahu adalah siapa yang mengorganisasi, bagaimana modusnya, nanti pihak Bareskrim, Polda Metro Jaya akan melakukan pendalaman kasus itu," katanya pada Rabu, 23 Oktober 2924.
Berdasarkan penegakan hukum di wilayah Filipina, terdapat 569 WNI yang terlibat sebagai operator judi online. Polri akan menelusuri temuan tersebut sebagai upaya mencari aktor utama penyaluran tenaga kerja ilegal.
"Saat ini upaya preventif tidak kurang-kurang dari pemerintah, kami sekarang ada BP2MI, Kemenlu," katanya.
Kepolisian Negara Republik Indonesia tengah menelusuri penyaluran puluhan warga negara Indonesia ini untuk menindaklanjuti penggerebekan sarang judi online atau offshore gaming operator di Hotel Tourist Garden, Lapu-lapu City, Provinsi Cebu, Filipina, oleh kepolisian setempat pada 31 Agustus 2024.
Khrisna menyebut, para WNI itu dibayar 70 ribu Peso atau setara dengan Rp 21 juta per bulan. "Penggerebekan ini dilakukan menyusul kebijakan pemerintah Filipina yang diumumkan oleh Presiden Ferdinand Marcos Jr," katanya.
Dalam pidato State of the Nation Address (SONA) pada 22 Juli 2024, Presiden Ferdinand Marcos Jr. menginstruksikan penutupan total operasi POGO (Philippines Offshore Gaming Operator) yang selama ini beroperasi di Filipina.
Pilihan Editor: Mantan Pejabat MA Menjadi Tersangka di Kasus Ronald Tannur