TEMPO Interaktif, Jakarta - Kuasa hukum Robot Gedhek alias Siswanto, Febry Irmansyah, memastikan Babe alias Baekuni adalah orang yang sama dengan Babe yang menjadi saksi tunggal pada sidang perkara pembunuhan yang dilakukan oleh Robot Gedhek.
Dengan kemunculan Babe sebagai Baekuni yang diketahui telah membunuh 14 anak jalanan, semakin menguatkan dugaannya bahwa Babe-lah yang melakukan pembunuhan dan mengkambinghitamkan Robot Gedhek menjadi tumbal. "Saya yakin sekarang, 100 persen yakin," ujarnya saat dihubungi, Kamis (4/2).
"Dari face-nya 100 persen yakin, saya masih ingat. Usianya mungkin bertambah, tapi rautnya masih sama," ujarnya.
Meski demikian, ketika itu Babe tidak menggunakan nama Baekuni tetapi Sunarto. "Saya ingat ada yang namanya Babe, tapi nama aslinya bukan itu (Baekuni)," tambahnya.
Babe memang diketahui memiliki identitas nama yang berlainan. Beberapa penyidik reserse kriminal umum Polda Metro Jaya menuturkan Babe sering berganti-ganti nama selain Baekuni, salah satunya mengaku sebagai Agus saat berada di Kuningan, Jakarta Barat.
Febry menuturkan dalam persidangan yang berlangsung pada Juli 1997 tersebut Babe menjadi satu- satunya saksi yang memberatkan Robot Gedhek, sementara saksi lainnya adalah keluarga dan kerabat korban yang tidak terkait perkara pembunuhan.
"Dia bersaksi pernah mendengar curhat Robot Gedhek tentang pembunuhan dan mutilasi. Keterangan Babe didasarkan keterangan orang lain, yakni Robot Gedhek sendiri," ungkapnya. Babe diketahui berteman akrab dengan Robot Gedhek dan memiliki aliran seksualitas yang sama.
Atas dasar itulah majelis hakim kemudian menvonis hukuman mati. Padahal, menurut Febry, sejak awal ia meragukan kemampuan Robot Gedhek untuk membunuh dan melakukan mutilasi. "Tidak ada satu bukti formil kecuali kesaksian Babe. Kalau satu bukan saksi," kata dia.
Sejak awal pemeriksaan, kuasa hukum telah meminta Robot Gedhek menjalani pemeriksaan medis yang dicurigai memiliki kelainan jiwa. Febry mengatakan dalam memberi keterangan Robot Gedhek seringkali bertingkah aneh, tidak labil, cengegesan dan menghiperbolis pernyataannya. "Dia bilang perutnya disobek-sobek lalu darah korban dijilat. Apa waras orang melakukan itu?" ujarnya.
Selain itu, pemeriksaan dilakukan secara tertutup dengan alasan kasus perbuatan asusila sehingga membatasi kuasa hukum. "Dari mulai penyidikan di Jakarta Pusat kami sudah minta tes kejiwaan, tapi tidak pernah dikabulkan," tegasnya. Bahkan hingga pledoi sebelum vonis majelis hakim, permintaan itu ditolak.
VENNIE MELYANI