"Tiap-tiap RT dan warga, waktu terjadinya bervariasi," kata Trio (35), Ketua RT 04, saat ditemui di rumahnya, Jakarta, Senin (8/3). "Kalau di wilayah saya, air PAM sudah mati hampir dua minggu."
Menurut Trio, matinya aliran air PAM saat ini bukan yang pertama kali terjadi. Selama kurun waktu lebih dari lima tahun belakangan, kejadian serupa sudah berkali-kali terjadi. "Sebab itu banyak warga mengeluh, dan menolak membayar tagihan," ujar dia.
Selama aliran air PAM mati, kebutuhan air di rumah-rumah warga RT 04 dipenuhi dari sumur umum yang terletak sekitar 50 meter dari rumah Ketua RT 04. Padahal air dari sumur berdiameter sekitar 50 sentimeter dengan kedalaman dari bibir sumur hingga permukaan air sekitar dua meter ini berwarna agak keruh.
Yuli (36), salah satu warga RT 04 yang berprofesi berdagang makanan, mengeluhkan matinya aliran air PAM telah mengganggu usahanya. Sebab, kebutuhan air bersih untuk minum dan memasak makanan yang akan ia dagangkan tidak bisa dipenuhi sewaktu-waktu. "Terpaksa harus menunggu penjual air pikulan lewat, seharga Rp 4 ribu per dua jerigen," katanya.
Bukan itu saja, ketika aliran sedang tidak bermasalah, air yang keluar pun tidak pernah banyak. Meski begitu, tagihan penggunaan air yang dikirimkan ke rumahnya rata-rata mencapai sekitar Rp 75 ribu per bulan. "Saya heran, walaupun air yang keluar kecil, meterannya berputar kencang," ujar Yuli.
Keluhan senada juga dilontarkan Teni (38), Ketua RT 07, bahwa tagihan air di rumahnya rata-rata mencapai Rp 80 ribu lebih. Bahkan besarnya tagihan tidak pernah berubah, meski telah menyampaikan keluhan itu ke Aetra. "Padahal air sering mati, dan giliran keluar kecilnya minta ampun," kata bapak dua anak tersebut.
Sebagai bentuk protes, Teni pun menolak melunasi tagihan air selama beberapa bulan di tahun 2008. Akibatnya, aliran air PAM di rumahnya dicabut sejak setahun lalu. "Saya memang sengaja tidak mau bayar, biar dicabut," ujar dia.
Kini, Teni melanjutkan, beberapa warga RT 07 mengikuti cara menolak membayar tagihan seperti yang pernah ditempuhnya. Ancaman pencabutan aliran air juga tidak digubris. "Mereka lebih memilih menggunakan air sumur, dan membeli air pikulan untuk masak dan minum," katanya. Hingga berita ini diturunkan, pihak PT Aetra belum dapat dikonfirmasi.
WAHYUDIN FAHMI