TEMPO Interaktif, Jakarta -Penyidik Direktorat Kriminal Umum Kepolisian Daerah Metro Jaya belum mengendus keterkaitan Negara Islam Indonesia dengan kasus hilangnya Laila Febriani alias Lian, pegawai Kementerian Perhubungan.
Menurut Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Sutarman, penyidik belum dapat menghubungkan kasus hilang ingatan Lian dengan kegiatan NII karena belum ada bukti yang mengarah ke sana. "Semua dugaan harus berangkat dari bukti dan keterangan saksi. Dalam kasus ini, saksi utama adalah Lian yang belum bisa ditanya-tanya sampai sekarang," kata Sutarman.
Penyidik saat ini mengutus polisi wanita untuk melakukan pendekatan dengan keluarga Lian agar mengizinkan perempuan 26 tahun itu menjalani hipnoterapi. Tujuan terapi itu untuk mengembalikan ingatan Lian yang hilang karena pencucian otak selama dia menghilang. Sutarman mengatakan, bila ingatan Lian kembali, maka penyidik bisa mengajukan sejumlah pertanyaan ke dia. "Jadi penyidik dapat mengetahui siapa orang yang mencuci otaknya, apa tujuannya," ujar Sutarman.
Lian menghilang pada Kamis tanggal 7 April pekan lalu. Usai makan siang dengan teman kantornya, Lian pamit ke Jalan Tanah Abang untuk bertemu seorang kenalannya. Namun sejak pamit, keberadaan Lian sempat tidak diketahui selama 24 jam. Ibu muda itu baru ditemukan keesokan harinya, Jumat tanggal 8 April, oleh penjaga Masjid Atta'awun, Puncak; Bogor.
Saat ditemukan, Lian mengenakan cadar dan mengaku bernama Maryam. Ketika ditanya siapa keluarga dan di mana rumahnya, Lian tidak dapat mengingat.
Ketika ditanya mengenai kejahatan hipnotis, Sutarman mengakui laporan akan tindak kejahatan itu cukup banyak. Namun dia tidak bisa merinci angkanya. Dalam kasus ini, lanjut dia, pelaku menghipnotis korban agar mau bertindak sesuai arahannya. "Kalau Lian dibawa ke tempat lain. Tujuannya apa, korban disuruh bekerja, hasil pekerjaan dikasih seseorang. Tapi ini masih informasi saja yang belum jadi alat bukti," ujarnya.
Mengenai keberadaan NII, Sutarman mengklaim bila intelijen memiliki data keberadaan mereka. Di Jakarta, jaringan tersebut juga berkembang. "Di Jakarta dan sekitarnya sudah ada. Sudah kami awasi," kata dia.
CORNILA DESYANA