TEMPO Interaktif, Jakarta - Maraknya sopir tembak dalam layanan angkutan kota membuat Dinas Perhubungan DKI Jakarta meminta pengelola angkutan kota memberikan kartu identitas sopir. "Penumpang pun bisa melihat itu sopir sesungguhnya apa bukan. Jadi saat ini banyak sopir tembak yang tidak menggunakan kartu identitas, dan sekarang akan dicegah," kata Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono dalam siaran pers perayaan hari perhubungan nasional yang diterima Tempo, Sabtu, 17 September 2011.
Hal ini, kata dia, merupakan satu langkah perbaikan dari pengelola angkutan kota. "Namun untuk memperbaiki angkutan umum itu tidak cukup menggunakan kartu identitas saja, tapi harus secara keseluruhan," kata Pristono.
Untuk menekan angka kriminalitas di angkutan kota, Dinas Perhubungan DKI Jakarta akan memperketat pengawasan terhadap angkutan umum. Pengelola angkutan umum, kata dia, harus memenuhi tiga syarat, yaitu sarana yang memadai, prasarana, dan manajemen sumber daya manusia.
Menurut dia, sarana yang memadai bisa meniru Kopaja yang dilengkapi dengan AC dan pintu otomatis, sehingga penumpang tidak bisa keluar masuk sembarangan, serta orang yang tidak berkepentingan dilarang masuk.
Prasarana yang memadai bisa dilakukan dengan menyediakan pangkalan yang terdapat ruang kesehatan untuk sopir dan ruang pemeriksaan administrasi yang dilengkapi bengkel. "Jadi sopirnya sendiri diperiksa kesehatannya, identitasnya, juga termasuk perilakunya. Kendaraannya diperiksa juga kelaikannya," katanya.
Perbaikan manajemen sumber daya, kata dia, bisa dilakukan dengan mengadakan pelatihan dan pembinaan untuk mencegah kriminalitas serta sistem gaji bukan berdasarkan setoran. "Kalau ketiga hal tersebut dilaksanakan dengan baik oleh operator angkutan umum, mudah-mudahan tidak mengalami kecelakaan ataupun ada tindakan kriminalitas," katanya.
Dinas Perhubungan bersama Organda, kata dia, akan berkoordinasi lebih intensif lagi mengenai cara angkutan umum memiliki pangkalan. "Manajemen juga jangan individual, tapi harus kolektif. Kami lihat banyak operator angkutan umum yang sudah berbenah diri, antara lain Kopaja yang memiliki tiga hal tersebut," kata Pristono.
Menurut Pristono, pihaknya mengalami kesulitan dalam mengawasi sektor hulu. "Kalau kita lihat Dinas Perhubungan itu mengawasi di sisi hilir, jadi kalau mereka sudah jalan kita periksa. Tapi alangkah baiknya kalau di sisi hulu itu diperiksa. Jadi di sini dituntut tanggung jawab operator. Kalau mereka melanggar aturan, nanti akan terkena hukuman di lapangan," katanya.
Di sektor hilir, kata dia, Dinas Perhubungan bersama kepolisian telah mengimbau kepada angkutan umum agar kaca film tidak digunakan lagi. "Memang kaca film mempunyai manfaat seperti menahan terik matahari dan untuk membuat penumpang nyaman, tapi tidak boleh lebih dari 60 persen. Khusus angkutan umum diimbau kacanya bening saja agar terhindar dari hal yang tidak diinginkan," katanya.
AMANDRA MUSTIKA MEGARANI