Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Berjalan Kaki 820 Km, Indra Azwan Nekat Temui SBY

image-gnews
Indra Azwan. TEMPO/Aditia Noviansyah
Indra Azwan. TEMPO/Aditia Noviansyah
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Indra Azwan alias Indra Singo Edan merintih ketika membuka perban yang membalut telapak kakinya. "Luka campur getih (darah)," ujar Indra dalam bahasa Jawa, setibanya di kantor Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Minggu malam ini, 18 Maret 2012. Indra baru saja mengakhir berjalan kaki menempuh jarak sekitar 820 kilomter dari Malang, Jawa Timur menuju Jakarta.

Ia tiba di kantor LBH dengan membawa ransel, dua spanduk berukuran sekitar 120 x 120 sentimeter, serta bendera Merah Putih. Indra mengaku selama perjalanan puluhan kali singgah, terutama di pompa bensin untuk beristirahat. Banyak tawaran untuk bermalam, salah satunya dari polisi. Tawaran itu ia tolak.

Setelah membersihkan luka telapak kakinya, Indra yang mengenakan topi Arema (nama klub kesebelasan asal Malang yang dijuluki Singo Edan) berwarna biru itu membuka resleting ransel bermotif loreng. Ia berujar hanya membawa empat potong kaos dan tiga celana.

Indra menghabiskan waktu 30 hari untuk berjalan kaki ke Jakarta. Rute yang dilewati seperti Surabaya menuju jalur pantai utama Gresik, Lamongan, Bojonegoro, Cepu, Purwodadi, Semarang, serta Cirebon.

Indra mengaku mendapatkan dukungan penuh dari teman dan keluarganya. "Kalau tidak didukung, tidak mungkin sampai di sini," kata pria berambut gondrong yang sehari-hari membuka warung kopi di Jalan Letjen.  S. Parman, Malang, Jawa Timur itu. Ia berniat menemui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada Rabu, 21 Maret 2012.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Alasannya datang ke Jakarta, Indra mangaku mencari keadilan. Masalah yang ia hadapi bermula pada 2010, Indra mendapat uang Rp 25 juta dari Kepala Rumah Tangga Istana terkait kematian anaknya bernama Rifki Andika, yang tewas ditabrak seorang polisi. Indra menerima uang itu setelah Presiden SBY menjanjikan bantuan untuk membongkar kasus kecelakaan anaknya.

Indra meminta kasus yang terjadi pada 1993 diungkap. Polisi yang menabrak anaknya dan dibebaskan oleh hakim Pengadilan Militer Tinggi III Surabaya pada 2008, diusut kembali. Kasus anaknya dianggap kedaluwarsa setelah melewati waktu 12 tahun. Kasus itu memang baru disidangkan 15 tahun kemudian.

Apabila SBY tidak memberi respons dan keadilan tidak diperolehnya di Indonesia, Indra berencana melanjutkan jalan kaki hingga ke Mekkah. Tekatnya seperti disuarakan dalan spanduk yang dibawa Indra. "Jalan kaki Malang - Jakarta, Palembang, Dumai, Malaysia, Thailand, Myanar, India, Pakistan, Iran, Kuwait, dan Mekkah, 19 tahun mencari keadilan".

MARIA YUNIAR

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Jaksa Agung Ingatkan Keadilan Restoratif Rawan Disalahgunakan

6 Oktober 2021

Menko Polhukam Republik Indonesia, Mahfud MD (kanan) disambut Jaksa Agung Republik Indonesia ST Burhanuddin saat tiba di Gedung Kejaksaan Agung RI, Jakarta, Senin, 15 Maret 2021. Kunjungan kerja tersebut dilakukan untuk berkoordinasi serta membahas penanganan sejumlah kasus korupsi. TEMPO / Hilman Fathurrahman W
Jaksa Agung Ingatkan Keadilan Restoratif Rawan Disalahgunakan

Jaksa Agung menjelaskan, penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif merupakan terobosan hukum yang diakui dan banyak diapresiasi.


Dituduh Palsukan Dokumen, Nenek 93 Tahun Ini Terancam Dibui 7 Tahun

11 Agustus 2015

therecycler.com
Dituduh Palsukan Dokumen, Nenek 93 Tahun Ini Terancam Dibui 7 Tahun

Nenek Oyoh memilih tertunduk lesu, ketika Jaksa Mumuh membacakan dakwaan, atas tuduhan pemalsuan surat tanah yang kini menjerat dirinya.


Ibu Susui Bayi di Penjara Ini Diduga Korban Rekayasa Kasus  

10 Juni 2015

AP/Corpus Christi Caller-Times, Michael Zamora
Ibu Susui Bayi di Penjara Ini Diduga Korban Rekayasa Kasus  

Heri menduga kasus yang menimpa istri dan anaknya penuh rekayasa.


Nenek Asyani Titip Surat ke Jokowi: Tolong Saya, Pak...  

14 April 2015

Nenek Asyani, 63 tahun, menjalani sidang keempat kasus pencurian kayu di Pengadilan Negeri Situbondo, 16 Maret 2015. TEMPO/Ika Ningtyas
Nenek Asyani Titip Surat ke Jokowi: Tolong Saya, Pak...  

Menteri Yohana datang secara khusus ke Kabupaten Situbondo,
Selasa, 14 April 2015 untuk menemui Asyani.


Nenek Asyani Jalani Sidang Kelima

19 Maret 2015

Nenek Asyani, 63 tahun, menjalani sidang keempat di Pengadilan Negeri Situbondo, 16 Maret 2015. TEMPO/Ika Ningtyas
Nenek Asyani Jalani Sidang Kelima

Sang nenek berusia 63 tahun itu mengatakan terpaksa datang ke
pengadilan meski kondisinya belum sehat.


Melankoli Komunal

23 Februari 2015

Melankoli Komunal

Tentang hzn ini sama dengan gagasan yang dikemukakan dalam The Anatomy of Melancholy, buku Richard Burton yang penuh dengan teka-teki filosofi tetapi menghibur dari awal abad ke-17.


Pengadilan Makassar Sahkan Sri Jadi Lelaki

2 September 2014

Ilustrasi seks. TEMPO/Agus Supriyanto
Pengadilan Makassar Sahkan Sri Jadi Lelaki

Meski Sri telah resmi berganti status kelamin, namun namanya belum berubah lantaran tidak mengajukan permohonan pergantian nama.


Hakim Gowa Vonis Bebas Pencuri Rumput  

25 September 2013

Sxc.hu
Hakim Gowa Vonis Bebas Pencuri Rumput  

Tanaman Lantebung itu dicabuti para terdakwa karena tumbuh di lahan perkebunan yang belum diketahui pemiliknya.


Holcim Yakin Buruhnya Memang Bersalah

13 Juli 2013

TEMPO/Aditia Noviansyah
Holcim Yakin Buruhnya Memang Bersalah

Ada berita acara pemeriksaan dimana Samuri mengakui sudah mencuri benda milik perusahaan.


Buruh Holcim Merasa Jadi Korban Putusan Sesat

8 Juli 2013

Pabrik Holcim.  wikimedia.org
Buruh Holcim Merasa Jadi Korban Putusan Sesat

Buruh itu melaporkan hakim Cibinong ke Komisi Yudisial.