"Mereka menjalani rehabilitasi di sini selama enam bulan. Rawat inap, kami tidak mengenal istilah rawat jalan,” ujar Yunis, master lulusan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia yang sudah terjun dalam rehabilitasi pecandu dan penyalah guna narkotik sejak 1994.
Selama enam bulan itu pula, kata Yunis, tidak setiap hari pecandu dapat dijenguk oleh keluarga atau orang lain. "Tidak seperti di LP, di sini yang boleh bertemu hanya penanggung jawab yang ditulis saat awal mendaftar. Misalnya Raffi Ahmad waktu itu, hanya ibunya," ujarnya.
Bahkan, selama dalam fase detoksifikasi, pecandu atau penyalah guna tidak diperkenankan dibesuk atau bertemu keluarga. “Ada jadwal yang telah kami tentukan sendiri, yakni memasuki rehab sosial, dan pada bulan terakhir rehab, itu kami fasilitasi, namanya dialog family dan visit keluarga."
Yunis menjelaskan daya tampung Balai Besar sebenarnya bisa mencapai 1.000 pecandu. Tapi itu tidak dicapai dengan alasan tidak akan efektif. Tahun ini, kata Yunis, sesuai dengan anggaran di APBN, Balai Besar ditargetkan merehabilitasi sebatas 750 pecandu. “Kami bagi dua, jadi 375 dalam setengah tahun," ujarnya sambil menambahkan, “Semua gratis, dananya dari APBN.”