TEMPO.CO, Jakarta - Tertangkapnya tiga calo tiket kereta api di Stasiun Senen, Jakarta, Rabu, 8 Juli 2015, cukup mengagetkan. Meskipun pembelian tiket seluruhnya sudah dilakukan secara online, masih ditemukan celah yang bisa dibobol para calo.
Senior Manager Corporate Communication DAOP I PT Kereta Api Indonesia (KAI) Bambang S. Prayitno mengatakan, aksi para calo tiket kereta online terbilang nekat. Mereka menggunakan identitas palsu dan memanfaatkan pembatalan pembelian tiket melalui joki yang telah disiapkan. "Kebanyakan mereka yang sering nongkrong di stasiun makanya mereka tahu ada yang membatalkan," ujar Bambang saat ditemui di Stasiun Senen, Kamis, 9 Juli 2015.
Baca Juga:
Bambang menjelaskan penerapan alat cetak tiket mandiri (CTM) sebenarnya mampu memangkas praktek calo. Namun rupanya para calo tiket tidak tinggal diam. Mereka mengumpulkan data identitas orang lain, termasuk sanak keluarga, saat pertama kali pihak KAI mengumumkan penjualan tiket tiga bulan lalu. "Mereka langsung beli banyak dengan identitas palsu, baru nanti dijual lagi dengan memfotokopi KTP calon pembeli," ujar dia memaparkan.
Selain pemalsuan data, para calo tiket sengaja nongkrong di area stasiun. Mereka berbaur bersama penumpang di ruangan pembelian tiket, memperhatikan penumpang yang membatalkan tiket keberangkatannya. "Biasanya mereka langsung beli saat tahu penumpang membatalkan, sebenarnya beresiko tetapi dia mungkin tahu bahwa sudah ada pembelinya," kata dia.
Bambang mencatat, berdasarkan laporan Kepolisian Resor Metro Jakarta Pusat, selama dua pekan terakhir sebanyak 14 calo tiket berhasil digiring petugas. Sebanyak sebelas orang ditangkap pekan lalu, dan sisanya ditangkap kemarin. "Saya sudah pastikan tidak ada satu pun pihak internal yang terlibat, kalau ada dipecat," ujar dia.
Agar kejadian tidak terulang, Bambang berharap pemudik bisa mengoptimalkan pembelian tiket di loket resmi stasiun, sehingga potensi munculnya calo bisa dihilangkan. "Kan rugi juga jika ternyata tiket yang dibeli harganya lebih mahal, atau identitasnya palsu," katanya.
JAYADI SUPRIADIN