TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Ladyjek Brian Mulyadi mengatakan pengemudi Ladyjek yang notabene wanita dapat menolak order apabila penumpang yang memesan layanan ini adalah laki-laki. "Biker berhak ngomong bahwa mereka hanya melayani penumpang wanita," ucap Brian kepada Tempo di kantor pusat Ladyjek, Tebet, Jakarta Selatan, pada Selasa, 6 Oktober 2015.
Brian berujar, apabila menemukan kasus tersebut di lapangan, pengemudi Ladyjek dapat langsung melaporkan pengguna aplikasi Ladyjek laki-laki tersebut kepada kantor pusat Ladyjek. "Nantinya kami akan beri temporary suspended dan cek kebenaran laporan tersebut," tutur Brian.
Apabila laporan tersebut memang benar adanya, Ladyjek akan menghapus akun pengguna dari layanan ojek online ber-tagline "Ojek Wanita untuk Wanita" ini. "User akan kami banned, sehingga tidak bisa lagi order Ladyjek," kata Brian.
Menurut Brian, saat pendaftaran, terdapat pertanyaan yang mengkonfirmasi jenis kelamin pengguna. "Ada box yang harus dicentang, yang menyatakan pengguna adalah wanita," ucap Brian. Namun, dengan terbukanya layanan ojek online ini kepada publik, pengguna berjenis kelamin laki-laki dapat menyamarkan identitasnya, sehingga dapat menggunakan aplikasi tersebut.
Brian berujar, walaupun diperbolehkan menolak order, pengemudi Ladyjek diimbau agar tidak menurunkan penumpang di tengah perjalanan. "Di awal sudah harus ditentukan sang biker bisa atau tidak untuk mengangkut penumpang, misalnya yang berat badannya berlebihan," tutur Brian.
Ladyjek, kata dia, akan diluncurkan pada 8 Oktober mendatang. Layanan ojek online ini hanya diperuntukkan bagi pengemudi wanita dan penumpang wanita. Tarif Ladyjek juga cukup terjangkau, yakni Rp 25 ribu tiap 6 kilometer pertama dan Rp 4.000 per kilometer selanjutnya. Selain itu, penumpang akan mendapatkan promo awal, yakni tarif Rp 0 alias gratis, jika baru pertama kali menggunakan layanan Ladyjek.
ANGELINA ANJAR SAWITRI