Meski begitu, kata Sahudi, ECCT tak menjamin keselamatan sel normal. Karena itu, ia menilai alat ciptaan Warsito belum sempurna. Pemakaiannya, kata dia, memerlukan pendampingan dari dokter. “Kapan alat ini dipakai, kapan dihentikan, dan seterusnya,” kata dia.
Dokter spesialis bedah kepala dan leher itu mengakui telah lama menerapkan terapi ECCT kepada pasiennya. Ia menganjurkan beberapa pasiennya menggunakan ECCT sebagai terapi tambahan. Ia memilih pasien yang akan diterapi dengan metode itu seraya menjelaskan bahwa terapi hanya mengurangi nyeri. “Tidak sedikit yang sembuh,” kata dia.
Menurut Sahudi, para dokter perlu bersikap lebih terbuka sehingga polemik penggunaan ECCT dilihat dengan jernih. Perlu ada pemahaman bahwa penyembuh kanker bukan sepenuhnya oleh metode. “Mungkin ada anggapan mati di tangan dokter lebih elegan dibanding mati di tangan Warsito,” kata dia.
ARTIKA RACHMI FARMITA