TEMPO.CO, Bekasi - Tahapan pemilihan kepala daerah di Kabupaten Bekasi disebut-sebut paling tinggi tingkat pelanggarannya jika dibandingkan dengan daerah lain di Jawa Barat. Karena itu, Panitia Pengawas Pemilu Kabupaten Bekasi melakukan pengawasan ketat hingga masa pencoblosan pada 15 Februari mendatang.
Ketua Panwaslu Kabupaten Bekasi Akbar Khadafi mengatakan penilaian dari Badan Pengawas Pemilu Jawa Barat menunjukkan di Kabupaten Bekasi terdapat delapan kasus dugaan tindak pidana pemilu. “Setelah Kabupaten Bekasi, ada Kota Tasikmalaya dengan empat kasus dan Kota Cimahi satu kasus,” kata Akbar, Senin, 2 Januari 2017.
Sejumlah laporan yang masuk, kata Akbar, yang dianggap sebagai pelanggaran adalah keterlibatan aparatur sipil negara, kepala desa, serta kampanye di tempat ibadah. Setelah mendapatkan laporan, pihaknya pun segera berkoordinasi dengan Tim Penegak Hukum Terpadu (Gakkumdu). “Penanganan cepat, kami segera melimpahkan,” kata dia.
Pengamat politik dari Universitas Islam ‘45 Bekasi, Adi Susila, mengatakan potensi pelanggaran pilkada dengan modus politik uang berpotensi besar dalam pilkada Kabupaten Bekasi. Sebab, kata dia, hampir separuh penduduk di wilayah itu masih tradisional. “Rawan politik uang berada di daerah pelosok,” kata Adi.
Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bekasi periode 2017–2023 diikuti lima pasang calon yang mendaftar dari jalur partai politik dan juga independen. Mereka adalah Meilina Kartika Kadir-Abdul Kholik, Sa'duddin-Dhani Ahmad Prasetyo atau Ahmad Dhani, Obon Tabroni-Bambang Sumaryono, Iin Farihin-KH Mahfudz Al-Haifdz, dan Neneng Hasanah Yasin-Eka Supria Atmaja.
ADI WARSONO