TEMPO.CO, Jakarta – Proyek pengembangan sistem pengelolaan air limbah terpadu di DKI Jakarta atau Jakarta Sewerage System pada zona 1 di Pluit, Jakarta Utara, telah memasuki tahap pengadaan konsultan. Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengatakan saat ini pihaknya sedang negosiasi untuk penunjukan konsultan.
“Saya minta satu minggu ke depan sudah dapat diputuskan pelaksananya,” kata Basuki melalui siaran tertulis yang diterima Tempo, Sabtu, 4 Februari 2017. Proyek JSS merupakan kerja sama Kementerian PUPR dengan Japan International Cooperation Agency (JICA).
Baca: Jakarta Darurat Limbah?
JSS diproyeksikan akan melayani pengelolaan air limbah seluruh Jakarta yang terbagi dalam 14 zona berdasarkan kondisi geografis. Pekerjaan pada zona 1 merupakan prioritas, dan setelah itu akan dilanjutkan ke zona-zona lainnya.
Basuki mengatakan, pada 2011, Jepang melalui JICA telah melakukan studi yang merekomendasikan pengembangan sistem air limbah yang terbagi dalam 14 zona. Zona yang secara khusus dikerjakan oleh kementeriannya adalah zona 1 (Pluit) dan 6 (Duri Kosambi). “Sementara sisanya akan dikerjakan oleh pemerintah DKI Jakarta,” ujarnya.
Baca Juga:
Menurut Basuki, perkiraan kebutuhan dana untuk pembangunan 14 zona mencapai Rp 69,6 triliun. Rinciannya, ia menyebutkan, zona 1 JSS seluas 4.901 hektare berkapasitas 198 ribu meter kubik per hari membutuhkan dana Rp 8,1 triliun. “Dengan pembangunan di zona tersebut, pengelolaan limbah Jakarta diperkirakan bertambah menjadi 20 persen, dari sebelumnya hanya 2,38 persen,” tuturnya.
Baca juga: Jakarta Terancam Jadi Kubang Limbah
Sedangkan zona 6, yang mencakup wilayah Duri Kosambi, luas JSS yang akan dibangun adalah 5.875 hektare dengan kapasitas 282 ribu meter kubik per hari. Perkiraan biayanya mencapai Rp 8,7 triliun. “Saat ini, Jakarta baru memiliki satu instalasi pengolahan air limbah, yakni di Waduk Setiabudi,” ujar Basuki.
FRISKI RIANA